Sunday, July 3, 2016

PENERAPAN PENGAJUAN MASALAH (PROBLEM POSING) DALAM PEMBELAJARAN OPERASI HITUNG CAMPURAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISWA KELAS IV SDN DAYA 1 MAKASSAR
Muhammad Amirullah
Pendidikan Dasar, Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya
guruamirsdndaya1@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita melalui pengajuan masalah (problem posing).  Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan selama dua siklus. Tiap siklus pembelajaran terdiri atas (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Perangkat yang digunakan meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembalajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS), dan Tes Hasil Belajar (THB). Instrumen yang digunakan adalah lembar pengamatan aktivitas guru, lembar pengamatan aktivitas siswa serta lembar angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang diikutinya. Dari hasil analisis diperoleh: (1) peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I diperoleh rata-rata 57,8 dengan persentase 45% dan pada siklus II diperoleh rata-rata 77,6 dengan persentase 80%. (2) keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran pada siklus I mencapai kategori sering dengan persentase 60% dan pada siklus II mencapai kategori selalu dengan persentase 93%. (3) tanggapan siswa cenderung berminat dengan kategori persentase setuju 76,92%. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran operasi hitung campuran dengan pengajuan masalah dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa kelas IV SDN Daya 1 Makassar.
Kata Kunci : Pengajuan Masalah, Soal Cerita


ABSTRACT
The study aimed at improving students’ ability in solving story questions through problem posing. The action research consisting of two cycles were employed. Each cycle comprised on (1) planning, (2) acting, (3) observing, and (4) reflecting. The media used to do the research were syllabus, lesson plan, students’ work sheets, and achievement test. In addition to, the instruments applied on this study were observation sheet for teacher activities, observation sheet for student activities, and questionnaire to gain students’ response towards the learning process.  According to the data analysis, it showed that: (1) there was a significant improvement in learning result on cycle 1 as 57,8 in average with a percentage of 45% and on the cycle 2, it was obtained 77,6 in average with the percentage of 80%. (2) the students’ participation in cycle 1 was categorized “often” with the percentage of 60 and on cycle 2, the students were actively participated on the learning as 93%, (3) the students’ response tended to be interested on the learning with the percentage of option “agree” as 76,92% . According to data analysis, it can be concluded that by implementing the problem posing on learning mix arithmetic operation can improve the students’ ability in solving the story questions for 4th students of SDN Daya 1 Makassar.
Keywords: Problem Posing, Solving-Word Questions







PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari proses perkembangan teknologi modern masa kini, matematikapun mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Matematika bukanlah ilmu yang hanya diperuntukkan untuk dirinya sendiri, melainkan ilmu yang bermanfaat untuk sebagian besar pada disiplin ilmu lainnya (Hudojo, 1988:74). Oleh karena itu, dalam proses pembelajarannya haruslah didukung oleh guru yang kreatif, bahan belajar yang terencana serta lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran.
Pembelajaran matematika yang dipandang mampu menopang keberhasilan siswapun belum mampu menjadi jalan keluar bagi siswa terlebih selama proses pembelajaran. Banyak masalah yang terjadi justru tidak membuat matematika mejadi pelajaran yang digemari melainkan menjadi sebuah momok yang menakutkan dan ingin dihindri oleh siswa. Diantara sekian banyak masalah yang terjadi, salah satu yang menjadi penyebabnya adalah guru jarang menjadikan pelajaran matematika menjadi pelajaran yang menyenangkan. Rumus, penghafalan, menjadi susah bagi siswa dan selalu dihindari. Agar matematika menjadi pelajaran yang digemari maka perlu diperhatikan tingkat berpikir siswa agar menjadi pelajaran yang digemari.
Dalam pembelajaran matematika terdapat banyak sekali jenis soal, salah satunya adalah soal cerita. Soal cerita matematika adalah jenis soal yang memerlukan pemahaman dan penalaran logis serta membutuhkan pemahaman antar konsep untuk menyelesaikannya, karena itu menyelesaikan soal cerita matematika bukanlah hal yang mudah. Dalam menyelesaikan soal cerita memiliki kemampuan menghitung saja tidak cukup, siswa harus mampu menganalisis dan mengubah soal cerita ke bahasa matematika.
Pemahaman siswa yang kurang mengenai hubungan antar konsep terlihat ketika siswa menghadapi soal cerita. Berdasarkan pengalaman peneliti banyak siswa jika mendapatkan soal cerita biasanya siswa langsung melakukan perhitungan matematis dan menuliskan jawabannya. Kemampuan siswa dalam menjelaskan cara penyelesaian soal cerita rendah.
Kesulitan dalam menyelesaikan soal ceritapun dialami oleh siswa-siswa dari beberapa peneliti. Adnadi (2014:1) menyatakan bahwa Kemampuan siswa kelas III SDN Krampilan dalam menyelesaikan soal cerita tentang perkalian rendah. Hal ini terlihat pada skor hasil tes kemampuan siswa yang dilakukan pada tanggal 23 Mei 2013 akhir semester II tahun pelajaran 2012/2013. Dari 21 siswa, sebanyak delapan belas siswa (81%) memeroleh skor di atas atau sama dengan 7 (skor maksimal 10) pada berbentuk isian, tetapi hanya tujuh siswa (33%) memeroleh skor yang sama pada soal berbentuk cerita. Begitupun dalam Siswono (2005:1) menyatakan bahwa kemampuan siswa SMPN 6 Sidoarjo dalam menyelesaikan soal cerita masih rendah. Hal ini terlihat pada sebuah soal cerita pada ulangan umum semester ganjil tahun 2004-2005. Hasil yang didapatkan hanya 38,5% siswa yang menjawab dengan benar di kelas IC, sedang di kelas ID sebesar 53,8% yang menjawab dengan benar.
Kesulitan dalam mengerjakan soal cerita pun dirasakan oleh siswa SD Negeri Daya 1 Makassar khususnya siswa pada kelas IV. Berdasarkan hasil studi awal banyaknya siswa tidak mampu menyelesaikan soal cerita karena siswa belum terlalu memahami apa maksud dalam soal cerita tersebut. Guru yang mengajar matematika masih cenderung menggunakan metode konvensional dan berorientasi pada hasil tanpa memerhatikan konsep apa dan bagaimana kegunaannya pada kehidupan sosial anak. Guru mengajarkan siswa bagaimana menggunakan rumus untuk menyelesaikan soal, kemudian siswa diminta untuk mengerjakan soal. Model tersebut jelas tidak memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan pola pikir dan bernalar dalam menyelesaikan masalah. Rendahnya hasil belajarpun mengindikasikan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita sangat rendah. Dari hasil ulangan akhir semester I tahun 2014/2015, hasil ujian yang didapatkan siswa kelas IV A  hanya 40% siswa yang menjawab dengan benar pada soal cerita, sedang di kelas IV B  sebesar 50% yang menjawab dengan benar pada soal cerita.
Untuk menjawab permasalah tersebut dibutuhkan suatu desain pembelajaran yang mampu memproduksi faktor-faktor pendukung terciptanya kondisi belajar yang efektif dalam menyelesaikan masalah. Salah satunya ialah pembelajaran pengajuan masalah (problem posing) dianggap sesuai diterapkan untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika pada materi operasi hitung campuran.
Problem posing dalam Siswono (2008:40) menyatakan bahwa Perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi dalam pemecahan soal-soal yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan masalah merupakan salah satu langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal. Perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka pencarian alternatif pemecahan atau alternatif soal yang relevan.
Berdasarkan pemaparan tersebut, diyakini bahwa penerapan pembelajaran pengajuan masalah (problem posing) mampu meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pada materi operasi hitung campuran pada kelas IV SDN Daya 1 Makassar

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan kegiatan guru dan siswa dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang bersifat deskripitif kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Daya 1 Makasaar pada kelas IV semester 2. Jumlah siswa sebanyak 20 orang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan Memilih siswa Kelas IV sebagai objek penelitian karena (1) adanya variasi siswa, dilihat dari status sosial, pendidikan, dan pekerjaan orang tua, (2) tingkat perkembangan kognitif siswa kelas IV yang sudah dapat bekerja secara berkelompok, (3) masih ditemukan siswa yang kurang mampu mengerjakan soal cerita.
Pendekatan ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Action Research), yaitu rancangan penelitian berdaur ulang (siklus) hal ini mengacu pada pendapat Riyanto (2007:141) bahwa penelitian tindakan kelas mengikuti proses siklus atau daur ulang mulai dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi (perenungan, pemilihan, dan evaluasi) tahapan tindakan digambarkan dalam bagan  berikut ini.
Studi awal
Plan
Act / Obsv
Refleksi
revisi
Plan
Act / Obsv
Refleksi
revisi
Dst
Siklus 1
Siklus 2
 







Dalam proses pengumpulan data tersebut akan menggunakan satu atau beberapa teknik (Riyanto, 2001:82). Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa teknik yaitu tes, pengamatan, dan angket. Prroses analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dapat dianalisis menggunakan model Matthew B Milles dan A Michael Huberman (dalam Riyanto, 2007:31—34) dengan model alur dapat digunakan untuk menganalisis data kualitatif yang meliputi langkah-langkah: 1) reduksi data, 2) display data, dan 3) verifikasi data dan mengambil kesimpulan. Secara kuantitatif dilakukan dengan menganilisis hasil tes siswa baik rata-rata maupun standar deviasinya, berikut dengan lembar aktivitas siswa dan guru, serta tanggapan siswa.
Untuk mengukur keberhasilan penelitian menggunakan indikator keberhasilan. Jika fokus penelitian sudah sama atau melebihi indikator maka fokus tersebut dinyatakan sudah tercapai. Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah Kemampuan menyelesaikan sol cerita secara individual dikategorikan tuntas jika nilai hasil belajar siswa lebih besar atau sama dengan nilai KKM 70, Kemampuan menyelesaikan sol cerita  secara klasikal dikategorikan tuntas jika 80% dari jumlah siswa telah mendapatkan nilai sama atau lebih besar dari nilai KKM yaitu 70, Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika operasi hitung campuran dikatakan meningkat jika hasil belajar siswa lebih tinggi dari siklus sebelumnya, Keaktifan siswa selama proses pembelajaran telah memenuhi kategori selalu lembar pengamatan siswa, Tanggapan siswa yang setuju telah mencapai 75%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.      Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
a.      Siklus I
Berdasarkan data yang ditemukan, ternyata masih banyak siswa dalam kelompok yang belum mampu membuat soal dengan bahasa dan struktur kalimat yang baik. Kemampuan mengajukan masalah mereka masih rendah, sehingga masih perlu ditingkatkan untuk pertemuan berikutnya. Contoh pengajuan masalah pada kelompok tak.



 






Gambar 1 pengajuan masalah siswa kelompok tak
Siswa mengajukan masalah tidak tepat dengan situasi yang diberikan. Seharusnya siswa bertanya berapa lama katak keluar dari sumur?. Berdasarkan gambar di atas kesalahan siswa dalam mengajukan soal adalah :
1)      Soal yang diajukan tidak sesuai dengan situasi, walaupun soal yang dibuat terbilang mudah tapi tidak dapat diselesaikan dengan jawaban yang benar.
2)      Soalnya benar, tapi penyelesaiannya salah.
3)      Tidak terdapat gambar atau model kalimat matematika.
4)      Tidak menuliskan diketahui dan ditanyakan dalam menyelesaikan soal cerita.
Begitupun dengan kelompok tik. Terdapat kesalahan yang hampir sama dengan kelompok tak. Kesalahan kelompok tik dalam mengajukan masalah adalah:
1)      Soal yang diajukan masih menggunakan pemborosan kalimat, dan soal pada nomor 2 tidak sesuai dengan situasi
2)      Soal yang diajukan relatif lebih mudah.
3)      Tidak membuat kalimat matematika, tidak menuliskan diketahui dan ditanyakan.
4)      Jawabannya tidak sesuai dengan langkah-langkah menyelesaikan soal cerita. Kelompok tik langsung menuliskan jawaban saja.
Hal yang serupa terjadi pada kelompok tuk, boom dan wow. Hampir semua kelompok masih mengajukan masalah dengan bahasa yang tidak baku, dan soal yang diajukan relatif lebih mudah. Dan untuk soal nomor 2 belum ada kelompok yang mengajukan soal dengan benar sesuai dengan situasi.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diberi kesimpulan bahwa kemampuan pengajuan masalah siswa masih rendah. Hal ini sangat terlihat jelas dalam kalimat soal yang mereka ajukan. Namun patut diapresiasi karena soal yang mereka ajukan telah mengindikasikan bahwa mereka memahami situasi yang mereka dapatkan walaupun masih menggunakan bahasa anak sd yaitu masih tidak sesuai dengan pertanyaan yang baik dan benar. Kesalahan yang sama hampir terjadi disemua kelompok yakni tidak menuliskan diketahui dan ditanyakan. Mereka langsung menjawab apa yang mereka ajukan tanpa mengikuti langkah-langkah penyelesaian soal cerita yang telah diberitahukan oleh guru.

b.      Siklus II
Berdasarkan data yang ditemukan, hampir setiap pasangan kelompok telah memampu mengajukan soal dengan benar walaupun bahasa atau struktur kalimat yang digunakan masih kurang baik. Setiap kelompokpun telah mampu mengajukan 6 soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda, dan adapun kemajuan lainnya adalah siswa telah mampu membuat kalimat matematika dan menyelesaikan soal sesuai dengan langkah penyelesaian soal cerita Contoh pengajuan masalah pada 3 perwakilan kelompok: yaitu matahari, venus, dan saturnus.
 









Gambar 2 pengajuan masalah kelompok matahari
Siswa pada kelompok matahari tidak lengkap dalam mengajukan soal kelompok ini mewakili nilai terendah pada pengajuan masalah di siklus 2 yaitu 60. Sesuai petunjuk siswa harus membuat dua soal pada setiap situasi dan kelompok matahari hanya membuat 5 soal. Berdasarkan gambar di atas kesalahan siswa dalam mengajukan soal adalah :
1)      Kurang lengkapnya soal yang diajukan pada situasi 3.
2)      Soal pada situasi 3 masih kurang tepat sehingga agak sulit untuk dijawab
Siswa pada kelompok saturnus mewakili nilai tengah dalam pengajuan masalah yaitu 83. Adapu kesalahan kelompok saturnus dalam mengajukan masalah adalah soal yang diajukan pada situasi 3 masih bermakna ganda. Dan kelompok yang mewakili nilai tertinggi adalah kelompok venus dengan nilai 90. Kemampuan mengajukan soal sudah baik dengan kalimat yang sederhana dan mudah dipahami, dan langkah penyelesaiannya sudah sesuai dengan langkah-langkah penyelesaian soal cerita.
Hal yang serupa terjadi pada kelompok lainnya. Hampir semua kelompok masih mengajukan masalah dengan bahasa yang tidak baku, dan soal yang diajukan relatif lebih mudah.  Berdasarkan pemaparan di atas dapat diberi kesimpulan bahwa kemampuan pengajuan masalah siswa telah mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Hal ini sangat terlihat jelas dalam kalimat soal yang mereka ajukan, sudah banyak pengajuan soal yang menggunakan pemborosan kata. Hampir setiap pertanyaan yang diajukan pendek dan jelas. Namun selain itu siswa harus patut diapresiasi karena soal yang mereka ajukan telah mengindikasikan bahwa mereka memahami situasi yang mereka ajukan. Hal ini sangat membantu siswa dalam proses melaksanakan THB nantinya karena soal yang akan diberikan berupa soal cerita. Walaupun terjadi kesalahan hampir sama pada setiap kelompoknya yaitu kurang teratur dalam menjawab tapi tidak menjadi masalah karena indikator pengajuan masalah telah terpenuhi.

B.       Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Dari Hasil Tes Belajar
Hasil belajar siswa yang didapatkan pada tes hasil belajar selama siklus I dan II menunjukkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang diukur dari segi nilai. Semakin baik nilai yang didapatkan siswa pada setiap siklus semakin baik pula kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi operasi hitung campuran. Adapun tabel peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I dan II dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1
Tes Hasil Belajar Siklus I dan II
Aspek
Siklus  I
Siklus II
Jumlah
1156
1552
Rata-rata
57,8
77,6
Standar Deviasi
18,23

Persentase (%)
45
80

Berdasarkan tes hasil belajar pada tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi kemajuan signifikan pada beberapa siswa di siklus II. Pada tabel tersebut terlihat bahwa kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita di siklus I hanya terdapat 9 siswa yang mendapatkan nilai KKM dan pada siklus II meningkat menjadi 16 orang. Ketuntasan klasikal pada siklus I hanya 45% dan pada siklus II meningkat menjadi 80%. Sebagaimana yang tertera pada indikator keberhasilan jika sebanyak 80% siswa mendapatkan nilai KKM 70 maka penelitian dinyakatan berhasil dan tidak dilanjutkan lagi ke siklus selanjutnya. Jadi, kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita meningkat selama diberikan pendekatan pengajuan masalah baik pada siklus I dan II. Adapun grafik peningkatan hasil belajar pada siklus I dan II dilihat dari ketuntasan siswa mendapat nilai diatas atau sama dengan KKM 70 dapat dilihat pada gambar berikut.








Gambar 3 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siklus I dan II
C.      Keaktifan Siswa
Hasil analisis keaktifan siswa menujukkan bahwa siswa pada siklus I cenderung berada pada kategori jarang dan sering. Sedangkan pada siklus II keaktifan siswa naik dan berada pada kategori selalu. Hal ini terlihat pada tabel 5.4 di bawah. Pada tabel terlihat bahwa pada butir indikator pertama siswa terlihat sangat termotivasi untuk meningkatkan kemampuan mengajukan masalah mereka. Begitupun pada butir indikator nomor 2 dimana siswa terlihat sanga antusias dan gembira selama proses pembelajraan pada siklus I dan II. Rata-rata keaktifan siswa pada siklus I yaitu 60% artinya berada pada kategori sering, sedangkan rata-rata keaktifan siswa pada siklus II yaitu naik menjadi 93% yang berada pada kategori selalu. Keaktifan siswa yang diharapkan hanya berada pada kategori sering 75%. Hal ini berarti tindakan pendekatan pengajuan masalah dapat meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran.




Tabel 2
Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus I dan II
Aspek yang diamati
Penilain tiap Siklus
I
II
1.       
29
40
2.       
33
40
3.       
27
34
4.       
19
32
5.       
19
34
6.       
14
40
7.       
26
40
Jumlah
167
260
Persentase (%)
60
93
Kesimpulan
Sering
Selalu

D.      Tanggapan Siswa
Hasil analisis tanggapan siswa menunjukkan bahwa siswa cenderung berminat terhadap pembelajaran dengan pendekatan pengajuan masalah. Sehinga dari segi minat siswa, pembelajaran dengan pendekatan pengajuan masalah dinyatakan berhasil untuk meningkatkan minat siswa selama proses belajar mengajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pendapat beberapa ahli seperti English (1997), Nasoetion (1991), dan Silver & Cai (1996) yang berkaitan dengan minat siswa dalam pembelajaran pengajuan masalah sejalan dengan hasil penelitian. Dengan demikian paling tidak terbukti bahwa dengan pemberian tugas pengajuan masalah dalam pembelajaran materi soal cerita operasi hitung campuran, siswa akan :
1.         Mengajukan masalah yang diajukan lebih menyenangkan.
2.        Mudah mengingat materi pelajaran. Sebagaimana pendapat English (1997:173) bahwa tugas mengajukan masalah mempertinggi kemampuan pemecahan masalah siswa, sebab pengajuan masalah memberi penguatan-penguatan dan memperkaya konsep-konsep dasar.
3.        Mengharuskan memahami situasi.
4.        Menyelesaikan pekerjaan sesuati dengan langkah-langkah. Siswa yang mengajukan soal mengharuskan siswa mampu untuk memecahkan jawabannya sesuai dengan langkah-langkah yang telah diajarkan.
5.        Membantu siswa menghubungkan situasi dengan keadaan sehari-hari siswa.
6.        Mudah memahami materi yang dijelaskan oleh guru. Ini sejalan dengan pendapat Nasoetion (1991;28), dan Engglish (1997:173) seperti pada butir nomor 5 dan 7.
7.        Membuat soal menndrong siswa untuk mempelajari materi sebelumnya
8.        Tertuntut untuk mengulang pelajaran di rumah. Ini sejalan dengan pendapat English (1997:173) yang mengatakan bahwa tugas pengajuan masalah mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajaranya.
9.        Terdorong untuk lebih banyak membaca materi pelajaran. Ini sejalan dengan pendapat English (1997:173) yang mengatakan bahwa tugasa pengajuan masalah mendorong siswa untuk bertanggung jawabdalam belajarnya. Hal ini terlihat pada angket siswa bahwa siswa sebanyak 20 orang setuju pada butir ini
Simpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka simpulan pada hasil penelitian ini adalah :
1.        Penerapan pembelajaran pendekatan pengajuan masalah dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita materi operasi hitung campuran siswa kelas IV SDN Daya Makassar yang terlihat semakin meningkatnya hasil belajar siswa pada siklus II di banding dengan siklus I. Rata-rata THB pada siklus I 57,8 dengan ketuntasan klasikal 45% (9 siswa) dan rata-rata THB pada siklus II 77,6 dengan ketuntasan klasikal 80% (16 siswa).
2.        Keaktifan siswa selama penerapan pembelajaran pengajuan masalah mengalami kenaikan dari siklus I ke siklus II. Jumlah indikator keaktifan siswa pada pertemuan I dan II (siklus I) yaitu 167 dengan kategori keaktifan siswa 60% atau berada pada kategori sering, dan jumlah indikator keaktifan siswa pada pertemuan III dan IV (siklus II) yaitu 260 dengan kategori keaktifan siswa 93% atau berada pada kategori selalu.
3.        Siswa memberi tanggapan yang baik selama penerapan pengajuan masalah untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita operasi hitung campuran mereka. Siswa yang memberi tanggapan setuju pada angket mencapai presentase 76,92% dan siswa yang memberi tanggapan tidak setuju pada angket mencapai presentase 23,07%. Artinya siswa cenderung berminat pada pembelajaran pengajuan masalah dengan banyaknya jumlah setuju dibanding tidak setuju.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1.        Kepada peneliti lain yang akan menindaklanjuti penelitian ini disarankan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan dalam penlitian ini dan bisa digunakan pada materi lainnya.
2.        Kepada para guru yang berada di sekolah SDN Daya 1 atau di sekolah lainnya dapat menerapkan pendekatan pengajuan masalah dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita.
DAFTAR PUSTAKA
Adnadi. (2014). Penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikn soal cerita tentang perkalian pada siswa kelas III SDN Krampilan Kabupaten Probolinggo. (Tesis pendidikan dasar tidak dipublikasian). Universitas Negeri Surabaya
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
As'ari, A. (2000). Pengajuan Soal Dalam Pembelajaran Matematika. Dalam. Pelangi Pendidikan Vol. 2 No 2. Jakarta: PPM SLIP Jakarta.
Bitman & Clara. (2008). Pemecahan Masalah Matematika. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
English, L. D. (1997). Promoting a Problem Posing Classroom. Teaching Children Mathematics, November 1997, h.172-179.
Fathani. (2009). Matematika Hakikat dan Logika. Jakarta : Ar-Ruaa Media.
Karso. (2012). Pendidikan Matematika I. Tangerang : Universitas Terbuka.
Polya, G. (1973). How to Solve it. New Jersey : Princeton University Press.
Riyanto, Y. (2001). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : SIC
Riyanto, Y. (2007). Metodologi Penelitin Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif. Surabaya : Unesa University Press.
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensi-Nya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Schoenfeld, A. H. (1985). Mathematical Problem Solving. USA : Academic Press Inc.
Slameto. (2003). Belajar dan Fakto-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, R. E. 2000. Educational Psychology : Theory and Practice (Sixth Edition). USA : Allyn & Bacon, A Pearson Education Company.
Silver, E & Cai, J. (1996). An Anaysis of Aritmatic Problem Posing by Middle School Students. Joural for Research in Mathematics Eduction, V.27. N.5, November 1996, H.521-539.
Siswono, T.Y.E. (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains. Tahun X No. 1, Hal. 1-9.
Siswono, T.Y.E. (2008). Mengajar dan Meneliti Panduan Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru dan Calon Guru.  Surabaya : Unesa University Press.
Stoyanova, E. Problem Posing Strategies used by years8 and 9 Students. Artikel, (http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ743563.pdf) diakses 29 Januari 2016.
Upu,  H.  (2003).  Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Pustaka Ramadhan.
Walle, J. (2006). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Pengembangan Pengajaran. Jilid 2, edisi ke enam. Jakarta : Erlangga.


0 komentar:

Post a Comment

Blogroll

×

About