Monday, July 4, 2016

Perkembangan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini

Posted by Sampai Mati Harus Belajar On July 04, 2016 | No comments
BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Belajar pada hakikatnya adalah aktivitas untuk melakukan perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha individu yang bersangkutan baik mencakup ranah-ranah efektif, kognitif dan psikomotor (Bloom, 1974).

Dalam pembahasan makalah ini, untuk mencapai pemahaman tentang dasar teoritis perkembangan sosial dan emosi pada masing-masing (individu) anak usia dini, maka diharapkan mampu mendeskripsikan secara singkat pengertian sosial dan emosi, serta menggambarkan mekanisme terjadinya berbagai emosi dalam diri manusia, serta memahami penahapan perkembangan sosial.
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional. Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah). Perkembangan menunjuk kepada perubahan yang progresif dalam organisme bukan saja perubahana dalam segi fisik (jasmaniah) melainkan juga dalam segi fungsi misalnya kekuatan dan koordinasi. Dengan demikian berarti kita dapat mengartikan bahwa perkembangan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsi-fungsi. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan yang saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Secara potensial (fitrah) menurut (Plato dalam Hildayani Rini, 2011) manusia dilahirkan sebagi mahluk sosial (zoon politicon). Namun untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan perkembangan emosi dan sosial anak usia dini?
2.      Bagaimana proses, peranan perkembangan emosi dan sosial anak usia dini serta gangguan perkembangannya?

C.    Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, bertujuan untuk mampu menjelaskan tentang perkembangan, proses emosi dan sosial anak usia dini, peranan,  serta gangguannya perkembangannya.

D.    Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai bahan evaluasi bagi orang tua dan guru dalam usahanya memahami perkembangan sosial dan emosi anak usia dini serat mampu menerapkan dan memahami metode perkembangan sosial dan emosi pada anak usia dini.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tentang Perkembangan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini
1.      Perkembangan Sosial
Menurut Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicori). Syamsuddin (1995: 105) mengungkapkan bahwa "sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial", sedangkan menurut Loree (1970: 86) "sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya".
Muhibin (1999: 35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social self  (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (1978: 250) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial".
Menurut Hurlock salah satu tugas perkembangan masa awal kanak-kanak yang penting adalah memperoleh latihan dan pengalaman pendahuluan yang diperlukan untuk menjadi anggota kelompok dalam akhir masa kanak-kanak. Jadi dalam masa kanak-kanak disebut sebagi masa prakelompok. Dasar untuk sosialisasi diletakan dengan meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-teman sebayanya dari tahun ketahun. Anak tidak hanya lebih banyak bermain dengan anak-anak lain tetapi juga lebih banyak berbicara.
Jenis hubungan sosial lebih penting daripada jumlahnya. Kalau anak menyenangi hubungan dengan orang lain meskipun hanya kadang-kadang saja, maka sikap terhadap kontak sosial mendatangkan lebih baik daripada hubungan sosial yang sering tetapi sifat hubungannya kurang baik. Anak yang lebih menyukai interaksi dengan manusia daripada benda akan lebih mengembangkan kecakapan sosial sehingga mereka lebih populer daripada anak yang interaksi sosialnya terbatas. Manfaat yang diperoleh anak dengan diberikannya kesempatan untuk berhubungan sosial akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesenangan hubungan sosial sebelumnya. Yang umumnya terjadi pada masa ini adalah bahwa anak lebih menyukai kontak sosial sejenis daripada hubungan sosial dengan kelompok jenis kelamin yang berlawanan.
2.      Perkembangan Emosi
Jika kita berbicara tentang emosi maka setiap orang akan mengatakan bahwa ia pernah merasakannya, setiap orang bereaksi terhadap keberadaannya. Hidup manusia sangat kaya akan pengalaman emosional. Hanya saja ada yang sangat kuat dorongannya, adapula yang sangat samar sehingga ekspresinya tidak tampak. Ekspresi emosi akan kita kenali pada setiap jenjang usia mulai dari bayi hingga orang dewasa, baik itu laki-Iaki ataupun perempuan. Sebagai contoh, seorang anak tertawa kegirangan ketika ayahnya melambungkan tubuhnya ke udara atau kita meiihat seorang anak yang berusia satu tahun sedang menangis karena mainannya direbut oleh kakaknya. Bagi seorang anak, kondisi emosi ini lebih mudah diekspresikan rnelalui kondisi fisiknya. Sebagai contoh seorang anak akan iangsung menangis apabila ia merasa sakit atau merasa tidak nyaman. Namun, apabiia seorang anak ditanya tentang "bagaimana perasaannya" atau "mengapa ia merasa sakit?", anak akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya dalam bahasa verbal.
Contoh-contoh perilaku di atas menunjukkan gambaran emosi seseorang. Jadi, apa sebetulnya yang dimaksud dengan emosi itu? Untuk mengetahui hai itu lebih jelas, Anda dapat mengikuti pembahasan berikut ini.
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan v senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary (1994: 690) emosi didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang kuat". Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman (1995: 411) menyatakan bahwa "emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak".
Syamsuddin (1990: 69) mengemukakan bahwa "emosi merupakan suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state)yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku". Berdasarkan definisi di atas kita dapat memahami bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.

B.     Proses Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Proses sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1978), yaitu sebagai berikut:
1.        Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.
2.        Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.
3.        Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Pada perkembangannya, berdasarkan ketiga tahap proses sosial ini, individu akan terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu sosial dan individu nonsosial. Kelompok individu sosial adalah mereka yang tingkah lakunya mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka mampu untuk mengikuti kelompok yang diinginkan dan diterima sebagai anggota kelompok. Adakalanya mereka selalu menginginkan adanya orang lain dan merasa kesepian apabila berada seorang diri. Selain itu mereka juga merasa puas dan bahagia jika selalu berada dengan orang lain. Adapun kelompok individu nonsosial, mereka adalah orang-orang yang tidak berhasil mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka adalah individu yang tidak tahu apa yang diharapkan kelompok sosial sehingga tingkah laku mereka tidak sesuai dengan harapan sosial. Kadang-kadang mereka tumbuh menjadi individu antisosial, yaitu individu yang mengetahui harapan kelompok sosial, tetapi dengan sengaja melawan hal tersebut. Akibatnya individu antisosial ini ditolak atau dikucilkan oleh kelompok sosial.
Selain kedua kelompok tadi, dalam perkembangan sosial ini adapula istilah individu yang introvert dan extrovert. Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya. Minat, sikap ataupun keputusan-keputusan yang diambil selalu didasarkan pada perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sendiri. Orang-orang dengan kecenderungan introvert, biasanya pendiam dan tidak membutuhkan orang lain karena merasa segala kebutuhannya bisa dipenuhi sendiri. Sedangkan extrovert adalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian ke luar dirinya sehingga segala minat, sikap, dan keputusan-keputusan yang diambilnya lebih ditentukan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar dirinya. Orang-orangextrovert  biasanya cenderung aktif, suka berteman, dan ramah-tamah.
Seorang ahli menyatakan introvert dan extrovert hanya merupakan suatu tipe dari reaksi yang ditunjukkan seseorang. Jika seseorang menunjukkan reaksi yang terus-menerus seperti itu atau sudah menjadi kebiasaan barulah bisa dianggap sebagai tipe kepribadiannya. Sementara ahli lain menyatakan bahwa suatu kepribadian yang sehat atau seimbang haruslah memiliki kedua kecenderungan ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta kebutuhan akan prestasi dan refleksi diri keduanya bisa terpuaskan.
Ada dua puluh karakteristik yang dapat menggambarkan individu dengan penyesuaian diri baik, yaitu sebagai berikut:
1.        Dapat menerima tanggung jawab sesuai dengan usianya.
2.        Menikmati pengalamannya.
3.        Mau menerima tanggung jawab sesuai dengan perannya. Apakah itu peran sebagai anggota kelompok, murid di sekolah atau sekadar peran kakak terhadap adiknya.
4.        Mampu memecahkan masalah dengan segera.
5.        Dapat melawan dan mengatasi hambatan untuk merasa bahagia.
6.        Mampu membuat keputusan dengan kekhawatiran dan konflik yang minimum.
7.        Tetap pada pilihannya sehingga ia menemukan bahwa pilihannya itu salah.
8.        Merasa puas dengan kenyataan.
9.        Dapat menggunakan pikiran sebagai dasar untuk bertindak, tidak untuk melarikan diri.
10.    Belajar dari kegagalan tidak mencari alasan untuk kegagalannya.
11.    Tahu bagaimana harus bekerja pada saat kerja dan bermain pada saat main.
12.    Dapat berkata tidak pada situasi yang mengganggunya.
13.    Dapat berkata ya pada situasi yang membantunya.
14.    Dapat menunjukkan kemarahan ketika merasa terluka atau merasa haknya terganggu.
15.    Dapat menunjukkan kasih sayang.
16.    Dapat menahan sakit dan frustrasi bila diperlukan.
17.    Dapat berkompromi ketika mengalami kesulitan.
18.    Dapat mengonsentrasikan energinya pada tujuan.
19.    Menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan yang tak ada habisnya.
20.    Untuk menjadi individu dengan penyesuaian diri yang baik, seorang anak harus merasa bahagia dan mampu menerima dirinya. Untuk itu, sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis terhadap diri dan kemampuannya.

C.    Fungsi dan Peranan Emosi Pada Perkembangan Anak Usia Dini
Setelah kita mengetahui apa dan bagaimana mekanisme terjadinya emosi pada individu, selanjutnya kita akan membahas tentang tungsi atau peranan emosi pada perkembangan anak. Fungsi dan peranan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.         Merupakan bentuk komunikasi sehingga anak dapat menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya pada orang lain.
Sebagai contoh, anak yang merasakan sakit atau marah biasanya mengekspresikan emosinya dengan menangis. Menangis ini merupakan bentuk komunikasi anak dengan lingkungannya pada saat ia belum mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk bahasa verbal. Demikian pula halnya ekspresi tertawa terbahak-bahak ataupun memeluk ibunya dengan erat. Ini merupakan contoh bentuk komunikasi anak yang bermuatan emosional.
b.        Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya, antara lain:
1)        Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya.
Penilaian lingkungan sosial ini akan menjadi dasar individu dalam menilai dirinya sendiri. Penilaian ini akan menentukan cara lingkungan sosial memperlakukan seorang anak, sekaligus membentuk konsep diri anak berdasarkan perlakuan tersebut. Sebagai contoh, seorang anak sering mengekspresikan ketidaknyamanannya dengan menangis, lingkungan sosialnya akan menilai ia sebagai anak yang "cengeng". Anak akan diperlakukan sesuai dengan penilaiannya tersebut, misalnya entah sering mengolok-olok anak, mengucilkannya atau bisa juga menjadi over protective. Penilaian dan perlakuan terhadap anak yang disebut "cengeng" ini akan mempengaruhi kepribadian dan penilaian diri anak.
2)        Emosi menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi interaksi sosial anak melalui reaksi-reaksi yang
ditampilkan lingkungannya.
Melalui reaksi lingkungan sosial, anak
dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat
diterima lingkungannya. Jika anak melempar mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya. Reaksi yang kurang menyenangkan ini, membuat anak memperbaiki ekspresi emosinya agar dapat diterima di lingkungan masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan ekspresi emosi yang disukai lingkungannya. Anak yang empati dan suka berbagi mainan dengan temannya, akan disukai oleh lingkungannya. Anak akan tetap mempertahankan perilakunya karena ia menyukai reaksi lingkungan terhadapnya.

3)        Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis lingkungan. Artinya, apabila ada seorang anak yang pemarah dalam suatu kelompok maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya saat itu, misalnya permainan menjadi tidak menyenangkan, timbul pertengkaran atau malah bubar.
4)        Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan.
Artinya, apabila seorang anak yang ramah dan suka menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut dan lingkungan pun menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan.
5)        Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau mengganggu aktivitas motorik dan mental anak.
Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan menghadapi suatu situasi, dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan aktivitas. Misalnya, seorang anak akan menolak bermain finger painting (melukis dengan jari tangan) karena takut akan mengotori bajunya dan dimarahi orang tuanya. Aktivitas finger painting ini sangat baik untuk melatih motorik halus dan indra perabaannya. Namun, hambatan emosional (takut dimarahi orang tuanya) anak menjadi kehilangan keberanian untuk mencobanya dan hilanglah kesempatan pengembangan dirinya.

D.    Gangguan Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini
Gangguan sosial, emosional, dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu yang fokus di dalam diri anak. Suatu harapan dan cita-cita dari para orang tua, guru, maupun masyarakat pada umumnya untuk memiliki anak-anak yang sehat jasmani dan rohani. Betapa tenang dan tentramnya hati bila melihat anak-anak bermain dengan riang gembira, pandai, tekun dalam belajar dan bekerja, bebas dan lincah dalam mengutarakan buah pikiran dan kreativitasnya.
Harapan ini tentu menyangkut pertumbuhan dan perkembangan yang paling optimal dari segi fisik, emosi, mental dan sosial setiap anak. Tetapi suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah danya sejumlah anak yang memperlihatkan perilaku sumbang, bertingkah laku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, baik norma budaya, norma umur, norma kecakapan/keterampilan maupun norma sosial yang berlaku dalam lingkungan dimana anak berada. Tingkah laku mereka mengalami gangguan dan kelainan, yang biasanya lebih dirasakan oleh lingkungan daripada oleh anak sendiri.
Perkembangan emosi memainkan peran yang sedemikian penting dalam kehidupan, maka penting diketahui bagaimana perkembangan dan pengaruh emosi terhadap penyesuaian pribadi dan sosial. Sukar mempelajari emosi anak-anak karena informasi tentang aspek emosi yang subyektif hanya dapat diperoleh dengan cara introspeksi sedangkan anak-anak tidak dapat menggunakan cara tersebut dengan baik karena mereka masih berusia sedemikian muda. Bahkan sulit mempelajari reaksi emosi melalui pengamatan terhadap ekspresi yang jelas tampak, terutama ekspresi wajah dan tindakan yang berkaitan dengan emosi, karena anak-anak suka menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial. Untuk mengetahuai apa itu gangguan perkembangan sosial emosional anak yang perlu kita ketahui terlebih dahulu yaitu pengertian gangguan. Gangguan adalah suatu kondisi yang menyebabkan ketidaknormalan pada individu yang memiliki masalah dalam menguasai keterampilan dan menunjukan kekurangan dalam berhubungan dengan orang lain. Selanjutnya perkembangan sosial emosi anak usia dini yaitu perkembangan yang berkaitan dengan emosi, kepribadian, dan hubungan interpersonal. Selama tahun kanak-kanak awal, perkembangan sosial emosi berkisar tentang sosialisas, yaitu proses ketika anak mempelajari nilai-nilai dan perilaku yang diterima dari masyarakat. Pada usia tersebut, terdapat tiga tujuan dalam perkembangan sosial emosional anak, yaitu:
1.        Mencapai sense of self atau pemahaman diri serta berhubungan dengan orang lain.
2.        Bertanggung jawab terhadap diri sendiri meliputi kemampuan untuk mengikuti aturan dan rutinitas, menghargai orang lain, dan mengambil inisiatif.
3.        Menampilkan perilaku sosial, seperti empati, berbagi, dan menunggu giliran.
Gangguan sosial emosi dapat terjadi pada setiap individu dari semua usia. Keadaan tersebut biasanya ditandai dengan cirri-ciri tertentu, khususnya yang berhubungan dengan kondisi emosi. Sepanjang kehidupan, kondisi emosi kita memang tidak tetap, kadang naik atau turun. Tetapi, pada orang-orang tertentu, mereka lebih banyak mengalami kondisi emosi negatif. Kondisi ini akan mempengaruhi kualitas hidup dan kemampuan mereka mengatasi persoalan sehari-hari serta tugas perkembangan yang mereka jalani.
Kebanyakan masalah sosial dan emosi dianggap sebagai hasil faktor lingkungan, seperti penyiksaan terhadap anak, pengasuhan yang tidak konsisten, kondisi hidup yang penuh tekanan, lingkungan yang penuh dengan kekerasan,atau penggunaan alcohol dan kekerasan fisik yang terjadi dalam keluarga. Pada saat yang bersamaan, penyebab biologis, seperti faktor keturunan, ketidakseimbangan zat-zat kimia dalam tubuh, kerusakan jaringan otak, dan penyakit yang diserita juga berperan dalam masalah perkembangan sosial dan emosi (Cicchetti & Toth dalam Rini Hildayani).
Menurut Undang-Undang bagi Pendidikan Individu Penyandang cacat (IDEA) bahwa gangguan sosial emosi yaitu ketidak mampuan atau mengatur hubungan interpersonal yang memuaskan dengan teman sebaya dan guru.
Rolf, edelbrock dan Strauss menemukan bahwa anak-anak dengan masalah perkembangan sosial emosi cenderung memiliki hambatan yang besar dalam pertemanan, penyesuaian sosial, tingkah laku dan dan akademis apabila dibandingkan dengan kelompok anak yang normal. Anak-anak dengan gangguan ini dianggap beresiko terhadap sifat tersisih secara sosial, terisolasi penarikan diri, pemalu dan kesepian.
Dari penjelasan mengenai gangguan, perkembangan sosial emosi secara umum maka disintesiskan gangguan perkembangan sosial emosi anak usia dini yaitu ketidaknormalan yang menghambat perkembangan anak usia dini kaitannya dalam mengelola emosi, kepribadian, dan hubungan interpersonal anak dengan orang lain.
Emosi merupakan sesuatu yang muncul setiap hari, bahkan setiap saat dalam kehidupan kita. Emosi merupakan suatu pola yang kompleks dari perubahan yang terdiri dari reaksi fisiologis, perasaan-perasaan yang subyektif, proses kognitif, dan reaksi perilaku, yang semuanya itu merupakan respon atas situasi yang kita terima (Duffy dalam Hildayani Rini, 2011), Kita mengenal beberapa emosi dasar, yaitu kegembiraan, kesedihan, ketakutan, kemarahan. Selain itu kita juga mengenal adanya emosi positif, seperti kegembiraan, dan emosi negatif, seperti kemarahan dan kesedihan. Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional ialah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat.
1.      Pola emosi Positif.
Pola emosi positif adalah yang berasal dari suatu kondisi yang menguntungkan Frederickson, Mayne dan Bonnano mencatat bahwa banyak emosi positif dengan mudah diidentifikasi dalam kecenderungan aksi. Emosi positif secara sederhana diidentifikasi sebagai sesuatu yang baik atau diiginkan. Emosi positif terdiri dari perhatian atau minat, surprise atau kekaguman, dan kegembiraan.
2.      Pola emosi Negatif.
Sedangkan pola emosi negatif menurut (Lazarus dalam Hildayani Rini 2011) berasal dari hubungan yang mengancam atau kondisi yang menyakitkan. Reaksi emosi negative terdiri dari marah, kecemasan, rasa malu, kesedihan, cemburu, merasa takut, dan cemburu.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Melalui metode perkembangan sosial dan emosi anak usia dini penulis mampu menarik kesimpulan bahwa perkembangan sosial dan emosi berperan penting dalam kehidupan anak, selain itu juga berpengaruh pada dimensi 2 aspek perkembangan yang lainnya.
Agar pengaruhnya dapat dikenali dan ditanggapi secara positif, maka kita perlu meningkatkan pelayanan dan selalu peka terhadap perkembangan sosial dan emosi anak didik kita, baik secara pribadi maupun menyeluruh.
Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan menggapainya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kegiatan pembelajaran, kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari: kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri), kecakapan sosial (menangani suatu hubungan), dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).
Adapun faktor penyebab gangguan perkembangan sosial emosional anak usia dini antara lain: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, kondisi fisik, masalah perkembangan. Gangguan-gangguan yang terjadi perkembangan sosial dan emosional ini perlu mendapat penanganan yang cukup serius. Karena, kesuksesan seseorang ternyata 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan kemampuan interaksi sosialnya.

B.     Saran
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyampaikani beberapa saran antara lain:
1.        Diharapkan orang tua dan guru-guru pendidikan anak usia dini dapat memahami perkembangan sosial dan emosi anak sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
2.        Diperlukan antusiasme orang tua dan guru dalam menangani sikap individu tentang perubahan dan perkembangan sosial dan emosi anak.
3.        Perkembangan sosial dan emosional merupakan faktor yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Selama ini masih banyak orang tua yang mengesampingkan perkembangan emosi anak usia dini, yang tanpa disadari ketika hambatan perkembangan emosi terhambat maka perkembangan sosial dapat berpengaruh.



DAFTAR PUSTAKA



Blog.elearning.unesa.ac.id/pdf-archive/jurnal-perkembangan-anak-usia-dini.pdf. Diakses pada tanggal 2 Februari 2014.

Bloom. (1974). Hakikat Pembelajaran: -

Goleman, D. (1995). Emotional Intellegence. Jakarta: Gramedia.

Hildayani, Rini. (2011). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.

Hildayani, Rini. (2013). Penanganan Anak Bekelainan (Anak Dengan Kebutuhan Khusus), Jakarta: Universitas Terbuka.

Hurlock, Elizabeth B.(2001). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E.B. (1978). Chiled Development. 6th Ed. Tokyo: Mc. Graw Hill. Inc., International Studend Ed.


Muhibin, S. (1999). Psikologi Belajar. Ciputat: Logos.

Syamsuddin, A. (1990). Psikologi Pendidikan (Edisi Revisi). Bandung: Remaja Rosyada Karya.


0 komentar:

Post a Comment

Blogroll

×

About