A.
Masalah
Definisi
Pendekatan
behaviorisme merupakan pendekatan yang paling terkenal dalam pembelajaran. Behaviorisme
muncul setelah abad pertengahan, sebagai hasil dari ilmu pengetahuan. Satu-satunya
data manusia yang secara ilmiah bermanfaat adalah perilaku empiris dan terukur.
Sedangkan ilmu pengetahuan lebih dari perilaku empiris yang dapat diukur. Hal
inilah yang menjadi masalah pendekatan behavioristik.
Menurut
Borger dan Seaborne (1966:16) memberikan definisi behavioris klasik bahwa
belajar adalah ' kurang lebih perubahan permanen dalam perilaku yang merupakan
hasil dari pengalaman'.
Dari
awal, kita melihat bahwa ia berfokus pada pengukuran hasil perilaku
pembelajaran, bukan dengan pengetahuan, sikap, nilai-nilai, keyakinan dan
sebagainya. Oleh karena itu, pasti akan menjadi pendekatan yang sangat
terbatas. Dalam pendekatan ini, bukan
hanya tindakan dapat diamati. Ini menyangkut segala bentuk respon terhadap
stimulus yang dapat diukur, meskipun dalam bentuk perilaku berupa tanggapan dianggap terukur.
B.
Teori
Behavioristik
Secara
singkat lima dari teori yang paling sering dikutip dalam literatur behavioris
pembelajaran antara lain :
1.
Ivan Pavlov
Pavlov
menggunakan anjing sebagai obyeknya. Penelitiannya menunjukkan bahwa anjing
mengeluarkan air ludah saat melihat makanan kering. Jika bel terdengar,
kemudian anjing diberi makanan maka mereka akan mengeluarkan air liur. Setelah
hal ini dilakukan berulang-ilang, anjing-anjing mengeluarkan air ludah saat
mendengar bel, bahkan sebelum makanan muncul. Oleh karena itu, dapat mengklaim
bahwa anjing telah belajar untuk mengeluarkan air liur pada suara bel.
Pavlov
disebut penyajian makanan stimulus berkondisi dan air liur respon terkondisi. Ia
beranggapan asosiasi makanan dengan bel sebagai stimulus yang dikondisikan. Respon
mengeluarkan air liur disebutnya respon terkondisi. Hal ini yang menjadi dasar
dari pengkondisian klasik (classical conditioning).
2.
Edward L.
Thorndike
Pada
waktu yang sama seperti karya Pavlov di Rusia (akhir abad ke-19), Thorndike
melakukan percobaan serupa di Amerika. Karyanya dengan kucing dan makanan. Dia
menaruh kucing ke dalam kotak kucing yang memiliki tuas untuk membuka pintu,
dan ditempatkan makanan di luar kandang. Kucing akan berusaha untuk mendapatkan
makanan itu hingga akhirnya menekan tuas secara tidak sengaja dan pintu
terbuka. Ketika percobaan diulang, Thorndike menemukan bahwa kucing secara
bertahap belajar untuk mengasosiasikan tuas dengan membuka kotak, sehingga ia
mendapatkan makanan lebih cepat. Oleh karena itu Thorndike mengusulkan hukum
efek (law of effect) yang ditetapkan bahwa respon terhadap situasi yang
diikuti oleh kepuasan akan diperkuat, tanggapan yang diikuti dengan rasa tidak
nyaman akan melemah.
Dalam
karya Thorndike percobaan awal dengan jenis trial (percobaan) and error
(kegagalan) dalam pembelajaran yang terjadi di kehidupan sehari-hari,
terutama ketika kita sedang mencari solusi untuk memecahkan masalah.
3.
John B. Watson
Watson
adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah 'behaviorisme'. Watson
membantah adanya pikiran karena menurutnya pengalaman kognitif hanya dapat
ditunjukkan dengan perilaku. Watson
mengembangkan teori behaviorisme berdasarkan hasil penelitian Pavlov dan
memperluas karyanya yang mirip dengan Thorndike. Ia
mengusulkan dua undang-undang yang relevan dengan masalah hukum frekuensi dan
hukum kebaruan. Yang pertama menunjukkan bahwa lebih sering stimulus dan respon
berhubungan, semakin kuat akan menjadi kebiasaan. Yang kedua menegaskan bahwa
respon yang terjadi baru-baru ini setelah stimulus adalah yang paling mungkin terkait
dengan itu.
4.
B. Frederic
Skinner
Seperti
pendahulunya, Skinner bekerja dengan hewan dan makanan. Ia menemukan bahwa
tikus akan belajar untuk menekan tuas untuk mendapatkan makanan. Dia
menggunakan sebuah kotak yang sama dengan merpati. Kemudian, ia merumuskan dua
hukum , yaitu kondisi (conditioning)
dan kepunahan (extinction). Pendahulunya menetapkan bahwa respon diikuti
oleh stimulus penguat maka akan diperkuat dan lebih mungkin terjadi lagi.
Negara-negara yang terakhir sebaliknya. Skinner dianggap sebagai pendiri
pengkondisian operan (operant conditioning), yang bertentangan dengan
pengkondisian klasik (classical conditioning) yang dirumuskan oleh
Pavlov. Tidak seperti Watson, bagaimanapun, Skinner mengakui bahwa pikiran
berperan penting dalam proses belajar manusia.
5.
Clark L. Hull
Pekerjaan
Hull berpengaruh dalam behaviorisme selama beberapa tahun sejak ia mengusulkan
bahwa ada intervensi variabel dalam persamaan stimulus-respon, seperti kekuatan
kebiasaan untuk dilanggar dan kekuatan biologis (drive internal) yang
memotivasi perilaku. Dengan sedikit
pengecualian, behaviorisme didasarkan pada penelitian yang berkonsentrasi pada
stimulus dan respon pada hewan. Hasil penelitian pada hewan sering dikatakan
berlaku untuk manusia. Pemberlakuan dari hewan ke manusia ini meragukan, karena
penelitian tidak dilakukan dengan subyek manusia.
C.
Pengkondisian (Conditioning)
Dalam
penelitian ini ada dua bentuk pengkondisian (conditioning), yaitu:
pengkondisian klasik (classical conditioning), terkait dengan Pavlov,
dan pengkondisian operan (operant conditioning), terkait dengan Skinner.
1.
Pengkondisian
Klasik (Classical Conditioning)
Pengkondisian di sini merupakan
proses di mana respon berkondisi (air liur) yang ditimbulkan tidak dari
stimulus berkondisi (makanan) tetapi dari stimulus terkondisi (bunyi bel).
Ketika respon yang ditimbulkan hanya dari stimulus terkondisi, itu dianggap
sebagai respon terkondisi. Pembelajaran yang terkait dengan proses ini adalah
asosiasi dari stimulus dikondisikan dengan stimulus berkondisi dan produksi
hasil yang sama. Jelas pendekatan ini dapat berlaku pada manusia sama seperti
halnya dengan binatang. Misalnya, siswa bisa belajar seperti subjek karena
mereka tidak sadar mengasosiasikannya dengan seorang guru yang mereka sukai
atau suasana yang menyenangkan di dalam kelas.
Mungkin dapat dikatakan bahwa bentuk
pengkondisian tidak benar-benar belajar, itu hanyalah refleksif. Namun,
beberapa psikolog kini mulai menunjukkan bahwa sebenarnya ada dimensi kognitif
untuk proses karena asosiasi tidak hanya antara stimuli tetapi antara representasi mental
dari rangsangan, dan ini memungkinkan individu untuk memprediksi hasil.
2.
Pengkondisian
Operan (Operant Conditioning)
Pada pengkonndisian operan, stimulus
mempengaruhi respon dan hasil. Stimulus-stimulus
yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku.
Ada banyak bentuk penguat baik
positif maupun negatif. Proses penguatan perilaku operan (penguatan positif
atau negatif) dapat mengakibatkan perilaku tersebut terulang kembali atau
hilang sesuai dengan keinginan. Pujian adalah penguat positif sementara hukuman
adalah salah satu penguat negatif.
D.
Pendidikan dan
Pembelajaran
1.
Pembelajaran Trial
and Error
Dalam pendidikan dan pembelajaran,
pendekatan ini juga disebut pembelajaran penemuan atau pemecahan masalah.
Pembelajaran trial and error sering kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Contohnya ketika kita menghadapi situasi baru maka kita akan berusaha
untuk mencari tahu bagaimana sikap terbaik yang harus dilakukan. Hal ini dapat
diterapkan dalam pendidikan. Dengan pendekatan ini, pendidik memberikan
kebebasan kepada siswa dalam melaksanakan eksperimen sehingga dapat menemukan
sendiri hasilnya.
2.
Pengajaran
Instrumental
Umumnya di sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi, hasil pembelajaran dilihat dari perilaku. Tujuan perilaku yang diharapkan sering dikembangkan
oleh sekolah dan perguruan tinggi melalui kursus dan kejuruan. Sehingga seorang
pendidik harus merencanakan tujuan sebelum pembelajaran. Tujuannya untuk
mengukur hasil perilaku.
Dalam
pengajaran, pendekatan ini juga dapat dilihat sebagai indoktrinasi, karena guru
mengontrol belajar siswa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Guru dapat menggunakan
penguat positif atau negatif untuk mendapatkan hasil yang baik.
Namun,
bukan hanya moralitas yang bermasalah. Pendekatan ini menghasilkan hasil yang
konvensional. Siswa menjadi bergantung pada mereka yang berwenang yang
menentukan bahwa perilaku itu benar. Mungkin dalam jangka panjang pendekatan
ini diklaim sangat tidak efisien apabila untuk pembelajaran karena belum
mendorong peserta didik untuk berpikir sendiri, tetapi hanya untuk belajar agar
sesuai dengan posisi yang diterima. Sehingga pendekatan ini hanya berlaku untuk
terapi dan modifikasi perilaku. Keterampilan dapat melalui banyak metode,
seperti trial and error, yang tidak mengambil kebebasan peserta didik, meskipun
perilaku yang benar masih bisa diberi penguat positif.
E.
Kesimpulan
Pendekatan
behavioris mengalami banyak perdebatan tentang perbedaan antara pendidikan dan
pelatihan. Ada yang mendukung pendekatan ini, ada yang menyalahkan, dan ada
juga yang menganggap bahwa pendidikan ini tidak hanya dapat diterapkan dalam
dunia pendidikan tetapi juga sangat penting dalam dunia kerja dan rekreasi.
Di
jaman ini, produk baru dianggap selalu lebih penting. Guru diharapkan
memperoleh hasil pembelajaran yang cepat dan terukur. Seperti halnya Pendidikan
Berbasis Kompetensi dan meningkatnya penekanan pada Kualifikasi Kejuruan
Nasional yang berusaha untuk menilai tingkat kompetensi. Selain mengukur hasil,
pengembangan ini juga memberikan kontribusi.
Dari
pembahasan di atas, dapat dipahami bahwa pendekatan behavioristik yang
merupakan pendekatan instrumental dalam pendidikan dan pembelajaran diperkenalkan
dengan nilai dan moralitas yang meragukan. Ujung-ujungnya masyarakat
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hasil yang baik. Sehingga dapat
dipahami bahwa Watson hanya memahami sebagian kecil dari manusia, yaitu hanya
perilaku mereka. Padahal dalam waktu yang lama, pendidikan tidak hanya mengukur
perilaku saja tetapi juga dari segi kognisi yang jelas bertentangan dengan
teori Watson.
0 komentar:
Post a Comment