BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Belajar pada hakikatnya adalah aktivitas untuk melakukan
perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar. Perubahan tingkah laku
terjadi karena usaha individu yang bersangkutan baik mencakup ranah-ranah
efektif, kognitif dan psikomotor (Bloom, 1974).
Dalam pembahasan makalah ini, untuk mencapai pemahaman tentang
dasar teoritis perkembangan sosial dan emosi pada masing-masing (individu) anak
usia dini, maka diharapkan mampu mendeskripsikan secara singkat pengertian
sosial dan emosi, serta menggambarkan mekanisme terjadinya berbagai emosi dalam
diri manusia, serta memahami penahapan perkembangan sosial.
Perkembangan
merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif,
melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi material,
melainkan pada segi fungsional. Pengertian lain dari perkembangan adalah
“perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat
kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara
sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah)
maupun psikis (rohaniah). Perkembangan menunjuk kepada perubahan yang progresif
dalam organisme bukan saja perubahana dalam segi fisik (jasmaniah) melainkan
juga dalam segi fungsi misalnya kekuatan dan koordinasi. Dengan demikian
berarti kita dapat mengartikan bahwa perkembangan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsi-fungsi.
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu
kesatuan yang saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Secara potensial (fitrah) menurut (Plato
dalam Hildayani Rini, 2011) manusia dilahirkan sebagi mahluk sosial (zoon politicon). Namun untuk mewujudkan
potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan
manusia-manusia lain.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari
penulisan makalah ini adalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan perkembangan emosi
dan sosial anak usia dini?
2.
Bagaimana proses, peranan perkembangan emosi
dan sosial anak usia dini serta gangguan perkembangannya?
C. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, bertujuan untuk mampu menjelaskan
tentang perkembangan, proses emosi dan sosial anak usia dini, peranan, serta gangguannya perkembangannya.
D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai bahan evaluasi
bagi orang tua dan guru dalam usahanya memahami perkembangan sosial dan emosi
anak usia dini serat mampu menerapkan dan memahami metode perkembangan sosial
dan emosi pada anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tentang Perkembangan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini
1. Perkembangan
Sosial
Menurut Plato secara potensial (fitrah)
manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicori). Syamsuddin (1995: 105) mengungkapkan bahwa
"sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial",
sedangkan menurut Loree (1970: 86) "sosialisasi merupakan suatu proses di
mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap
rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan
(kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain
di dalam lingkungan sosialnya".
Muhibin (1999: 35) mengatakan bahwa
perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya,
bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (1978: 250) mengutarakan bahwa
perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku
sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial".
Menurut
Hurlock salah satu tugas perkembangan masa awal kanak-kanak yang penting adalah
memperoleh latihan dan pengalaman pendahuluan yang diperlukan untuk menjadi
anggota kelompok dalam akhir masa kanak-kanak. Jadi dalam masa kanak-kanak
disebut sebagi masa prakelompok. Dasar untuk sosialisasi diletakan dengan
meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-teman sebayanya dari tahun
ketahun. Anak tidak hanya lebih banyak bermain dengan anak-anak lain tetapi
juga lebih banyak berbicara.
Jenis hubungan sosial lebih penting daripada jumlahnya. Kalau anak menyenangi hubungan dengan orang lain meskipun hanya kadang-kadang saja, maka sikap terhadap kontak sosial mendatangkan lebih baik daripada hubungan sosial yang sering tetapi sifat hubungannya kurang baik. Anak yang lebih menyukai interaksi dengan manusia daripada benda akan lebih mengembangkan kecakapan sosial sehingga mereka lebih populer daripada anak yang interaksi sosialnya terbatas. Manfaat yang diperoleh anak dengan diberikannya kesempatan untuk berhubungan sosial akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesenangan hubungan sosial sebelumnya. Yang umumnya terjadi pada masa ini adalah bahwa anak lebih menyukai kontak sosial sejenis daripada hubungan sosial dengan kelompok jenis kelamin yang berlawanan.
Jenis hubungan sosial lebih penting daripada jumlahnya. Kalau anak menyenangi hubungan dengan orang lain meskipun hanya kadang-kadang saja, maka sikap terhadap kontak sosial mendatangkan lebih baik daripada hubungan sosial yang sering tetapi sifat hubungannya kurang baik. Anak yang lebih menyukai interaksi dengan manusia daripada benda akan lebih mengembangkan kecakapan sosial sehingga mereka lebih populer daripada anak yang interaksi sosialnya terbatas. Manfaat yang diperoleh anak dengan diberikannya kesempatan untuk berhubungan sosial akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesenangan hubungan sosial sebelumnya. Yang umumnya terjadi pada masa ini adalah bahwa anak lebih menyukai kontak sosial sejenis daripada hubungan sosial dengan kelompok jenis kelamin yang berlawanan.
2. Perkembangan
Emosi
Jika kita berbicara tentang emosi maka setiap
orang akan mengatakan bahwa ia pernah merasakannya, setiap orang bereaksi
terhadap keberadaannya. Hidup manusia sangat kaya akan pengalaman emosional.
Hanya saja ada yang sangat kuat dorongannya, adapula yang sangat samar sehingga
ekspresinya tidak tampak. Ekspresi emosi akan kita kenali pada setiap jenjang
usia mulai dari bayi hingga orang dewasa, baik itu laki-Iaki ataupun perempuan.
Sebagai contoh, seorang anak tertawa kegirangan ketika ayahnya melambungkan
tubuhnya ke udara atau kita meiihat seorang anak yang berusia satu tahun sedang
menangis karena mainannya direbut oleh kakaknya. Bagi seorang anak, kondisi
emosi ini lebih mudah diekspresikan rnelalui kondisi fisiknya. Sebagai contoh
seorang anak akan iangsung menangis apabila ia merasa sakit atau merasa tidak
nyaman. Namun, apabiia seorang anak ditanya tentang "bagaimana
perasaannya" atau "mengapa ia merasa sakit?", anak akan merasa
kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya dalam bahasa verbal.
Contoh-contoh perilaku di atas menunjukkan
gambaran emosi seseorang. Jadi, apa sebetulnya yang dimaksud dengan emosi itu?
Untuk mengetahui hai itu lebih jelas, Anda dapat mengikuti pembahasan berikut
ini.
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri
kita, dapat berupa perasaan v senang atau tidak senang, perasaan baik atau
buruk. Dalam World Book Dictionary (1994: 690) emosi didefinisikan sebagai "berbagai
perasaan yang kuat". Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan
kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman
(1995: 411) menyatakan bahwa "emosi merujuk pada suatu perasaan atau
pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian
kecenderungan untuk bertindak".
Syamsuddin (1990: 69) mengemukakan bahwa
"emosi merupakan suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state)yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku".
Berdasarkan definisi di atas kita dapat memahami bahwa emosi merupakan suatu
keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai
oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.
B. Proses
Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Untuk menjadi individu yang mampu
bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Proses sosialisasi ini
tampaknya terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan satu sama lainnya,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1978), yaitu sebagai berikut:
1.
Belajar untuk bertingkah
laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.
2.
Belajar memainkan peran
sosial yang ada di masyarakat.
3.
Mengembangkan sikap/tingkah
laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Pada perkembangannya, berdasarkan ketiga
tahap proses sosial ini, individu akan terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu
kelompok individu sosial dan individu nonsosial. Kelompok individu sosial
adalah mereka yang tingkah lakunya mencerminkan ketiga proses sosialisasi.
Mereka mampu untuk mengikuti kelompok yang diinginkan dan diterima sebagai
anggota kelompok. Adakalanya mereka selalu menginginkan adanya orang lain dan
merasa kesepian apabila berada seorang diri. Selain itu mereka juga merasa puas
dan bahagia jika selalu berada dengan orang lain. Adapun kelompok individu
nonsosial, mereka adalah orang-orang yang tidak berhasil mencerminkan ketiga
proses sosialisasi. Mereka adalah individu yang tidak tahu apa yang diharapkan
kelompok sosial sehingga tingkah laku mereka tidak sesuai dengan harapan
sosial. Kadang-kadang mereka tumbuh menjadi individu antisosial, yaitu individu
yang mengetahui harapan kelompok sosial, tetapi dengan sengaja melawan hal
tersebut. Akibatnya individu antisosial ini ditolak atau dikucilkan oleh
kelompok sosial.
Selain kedua kelompok tadi, dalam
perkembangan sosial ini adapula istilah individu yang introvert dan extrovert. Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari
lingkungan sosialnya. Minat, sikap ataupun keputusan-keputusan yang diambil
selalu didasarkan pada perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sendiri.
Orang-orang dengan kecenderungan introvert, biasanya pendiam dan tidak membutuhkan orang lain
karena merasa segala kebutuhannya bisa dipenuhi sendiri. Sedangkan extrovert adalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian ke luar
dirinya sehingga segala minat, sikap, dan keputusan-keputusan yang diambilnya
lebih ditentukan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar dirinya.
Orang-orangextrovert biasanya
cenderung aktif, suka berteman, dan ramah-tamah.
Seorang ahli menyatakan introvert dan extrovert hanya merupakan suatu tipe dari reaksi yang
ditunjukkan seseorang. Jika seseorang menunjukkan reaksi yang terus-menerus
seperti itu atau sudah menjadi kebiasaan barulah bisa dianggap sebagai tipe
kepribadiannya. Sementara ahli lain menyatakan bahwa suatu kepribadian yang
sehat atau seimbang haruslah memiliki kedua kecenderungan ini. Dengan demikian,
kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta kebutuhan akan
prestasi dan refleksi diri keduanya bisa terpuaskan.
Ada dua puluh karakteristik yang dapat
menggambarkan individu dengan penyesuaian diri baik, yaitu sebagai berikut:
1.
Dapat menerima tanggung
jawab sesuai dengan usianya.
2.
Menikmati pengalamannya.
3.
Mau menerima tanggung jawab
sesuai dengan perannya. Apakah itu peran sebagai anggota kelompok, murid di
sekolah atau sekadar peran kakak terhadap adiknya.
4.
Mampu memecahkan masalah
dengan segera.
5.
Dapat melawan dan mengatasi
hambatan untuk merasa bahagia.
6.
Mampu membuat keputusan
dengan kekhawatiran dan konflik yang minimum.
7.
Tetap pada pilihannya
sehingga ia menemukan bahwa pilihannya itu salah.
8.
Merasa puas dengan
kenyataan.
9.
Dapat menggunakan pikiran
sebagai dasar untuk bertindak, tidak untuk melarikan diri.
10.
Belajar dari kegagalan tidak
mencari alasan untuk kegagalannya.
11.
Tahu bagaimana harus bekerja
pada saat kerja dan bermain pada saat main.
12.
Dapat berkata tidak pada
situasi yang mengganggunya.
13.
Dapat berkata ya pada
situasi yang membantunya.
14.
Dapat menunjukkan kemarahan
ketika merasa terluka atau merasa haknya terganggu.
15.
Dapat menunjukkan kasih
sayang.
16.
Dapat menahan sakit dan
frustrasi bila diperlukan.
17.
Dapat berkompromi ketika
mengalami kesulitan.
18.
Dapat mengonsentrasikan
energinya pada tujuan.
19.
Menerima kenyataan bahwa
hidup adalah perjuangan yang tak ada habisnya.
20.
Untuk menjadi individu
dengan penyesuaian diri yang baik, seorang anak harus merasa bahagia dan mampu
menerima dirinya. Untuk itu, sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis
terhadap diri dan kemampuannya.
C. Fungsi
dan Peranan Emosi Pada Perkembangan Anak Usia Dini
Setelah kita mengetahui apa dan bagaimana
mekanisme terjadinya emosi pada individu, selanjutnya kita akan membahas
tentang tungsi atau peranan emosi pada perkembangan anak. Fungsi dan peranan
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.
Merupakan bentuk komunikasi
sehingga anak dapat menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya pada orang
lain.
Sebagai
contoh, anak yang merasakan sakit atau marah biasanya mengekspresikan emosinya
dengan menangis. Menangis ini merupakan bentuk komunikasi anak dengan
lingkungannya pada saat ia belum mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk
bahasa verbal. Demikian pula halnya ekspresi tertawa terbahak-bahak ataupun
memeluk ibunya dengan erat. Ini merupakan contoh bentuk komunikasi anak yang
bermuatan emosional.
b.
Emosi berperan dalam
mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya,
antara lain:
1)
Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber
penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya.
Penilaian lingkungan sosial ini akan menjadi dasar individu
dalam menilai dirinya sendiri. Penilaian ini akan menentukan cara lingkungan sosial
memperlakukan seorang anak, sekaligus membentuk konsep diri anak berdasarkan
perlakuan tersebut. Sebagai contoh, seorang anak sering mengekspresikan
ketidaknyamanannya dengan menangis, lingkungan sosialnya akan menilai ia
sebagai anak yang "cengeng". Anak akan diperlakukan sesuai dengan
penilaiannya tersebut, misalnya entah sering mengolok-olok anak, mengucilkannya
atau bisa juga menjadi over
protective. Penilaian dan
perlakuan terhadap anak yang disebut "cengeng" ini akan mempengaruhi
kepribadian dan penilaian diri anak.
2)
Emosi menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi
interaksi sosial anak melalui reaksi-reaksi yang
ditampilkan lingkungannya.
ditampilkan lingkungannya.
Melalui reaksi lingkungan sosial, anak
dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat
diterima lingkungannya. Jika anak melempar mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya. Reaksi yang kurang menyenangkan ini, membuat anak memperbaiki ekspresi emosinya agar dapat diterima di lingkungan masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan ekspresi emosi yang disukai lingkungannya. Anak yang empati dan suka berbagi mainan dengan temannya, akan disukai oleh lingkungannya. Anak akan tetap mempertahankan perilakunya karena ia menyukai reaksi lingkungan terhadapnya.
dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat
diterima lingkungannya. Jika anak melempar mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya. Reaksi yang kurang menyenangkan ini, membuat anak memperbaiki ekspresi emosinya agar dapat diterima di lingkungan masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan ekspresi emosi yang disukai lingkungannya. Anak yang empati dan suka berbagi mainan dengan temannya, akan disukai oleh lingkungannya. Anak akan tetap mempertahankan perilakunya karena ia menyukai reaksi lingkungan terhadapnya.
3)
Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan dapat menentukan
iklim psikologis lingkungan. Artinya, apabila ada seorang anak yang pemarah
dalam suatu kelompok maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya
saat itu, misalnya permainan menjadi tidak menyenangkan, timbul pertengkaran
atau malah bubar.
4)
Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat
menjadi satu kebiasaan.
Artinya, apabila seorang anak yang ramah dan suka menolong
merasa senang dengan perilakunya tersebut dan lingkungan pun menyukainya maka
anak akan melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang hingga akhirnya menjadi
kebiasaan.
5)
Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau
mengganggu aktivitas motorik dan mental anak.
Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan menghadapi
suatu situasi, dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan aktivitas.
Misalnya, seorang anak akan menolak bermain finger painting (melukis dengan
jari tangan) karena takut akan mengotori bajunya dan dimarahi orang tuanya.
Aktivitas finger painting ini sangat baik untuk melatih motorik halus dan indra
perabaannya. Namun, hambatan emosional (takut dimarahi orang tuanya) anak
menjadi kehilangan keberanian untuk mencobanya dan hilanglah kesempatan
pengembangan dirinya.
D. Gangguan Perkembangan
Sosial dan Emosional Anak Usia Dini
Gangguan sosial,
emosional, dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu yang fokus di dalam diri
anak. Suatu harapan dan cita-cita dari para orang tua, guru, maupun masyarakat
pada umumnya untuk memiliki anak-anak yang sehat jasmani dan rohani. Betapa
tenang dan tentramnya hati bila melihat anak-anak bermain dengan riang gembira,
pandai, tekun dalam belajar dan bekerja, bebas dan lincah dalam mengutarakan
buah pikiran dan kreativitasnya.
Harapan ini tentu
menyangkut pertumbuhan dan perkembangan yang paling optimal dari segi fisik,
emosi, mental dan sosial setiap anak. Tetapi suatu kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri adalah danya sejumlah anak yang memperlihatkan perilaku sumbang,
bertingkah laku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, baik norma budaya,
norma umur, norma kecakapan/keterampilan maupun norma sosial yang berlaku dalam
lingkungan dimana anak berada. Tingkah laku mereka mengalami gangguan dan
kelainan, yang biasanya lebih dirasakan oleh lingkungan daripada oleh anak
sendiri.
Perkembangan emosi
memainkan peran yang sedemikian penting dalam kehidupan, maka penting diketahui
bagaimana perkembangan dan pengaruh emosi terhadap penyesuaian pribadi dan
sosial. Sukar mempelajari emosi anak-anak karena informasi tentang aspek emosi
yang subyektif hanya dapat diperoleh dengan cara introspeksi sedangkan
anak-anak tidak dapat menggunakan cara tersebut dengan baik karena mereka masih
berusia sedemikian muda. Bahkan sulit mempelajari reaksi emosi melalui
pengamatan terhadap ekspresi yang jelas tampak, terutama ekspresi wajah dan
tindakan yang berkaitan dengan emosi, karena anak-anak suka menyesuaikan diri
dengan tuntutan sosial. Untuk mengetahuai apa itu gangguan perkembangan sosial
emosional anak yang perlu kita ketahui terlebih dahulu yaitu pengertian
gangguan. Gangguan adalah suatu kondisi yang menyebabkan ketidaknormalan pada
individu yang memiliki masalah dalam menguasai keterampilan dan menunjukan
kekurangan dalam berhubungan dengan orang lain. Selanjutnya perkembangan sosial
emosi anak usia dini yaitu perkembangan yang berkaitan dengan emosi, kepribadian,
dan hubungan interpersonal. Selama tahun kanak-kanak awal, perkembangan sosial
emosi berkisar tentang sosialisas, yaitu proses ketika anak mempelajari
nilai-nilai dan perilaku yang diterima dari masyarakat. Pada usia tersebut,
terdapat tiga tujuan dalam perkembangan sosial emosional anak, yaitu:
1.
Mencapai sense of self
atau pemahaman diri serta berhubungan dengan orang lain.
2.
Bertanggung jawab terhadap diri sendiri meliputi kemampuan untuk
mengikuti aturan dan rutinitas, menghargai orang lain, dan mengambil inisiatif.
3.
Menampilkan perilaku sosial, seperti empati, berbagi, dan menunggu
giliran.
Gangguan sosial emosi
dapat terjadi pada setiap individu dari semua usia. Keadaan tersebut biasanya
ditandai dengan cirri-ciri tertentu, khususnya yang berhubungan dengan kondisi
emosi. Sepanjang kehidupan, kondisi emosi kita memang tidak tetap, kadang naik
atau turun. Tetapi, pada orang-orang tertentu, mereka lebih banyak mengalami
kondisi emosi negatif. Kondisi ini akan mempengaruhi kualitas hidup dan
kemampuan mereka mengatasi persoalan sehari-hari serta tugas perkembangan yang
mereka jalani.
Kebanyakan masalah sosial
dan emosi dianggap sebagai hasil faktor lingkungan, seperti penyiksaan terhadap
anak, pengasuhan yang tidak konsisten, kondisi hidup yang penuh tekanan,
lingkungan yang penuh dengan kekerasan,atau penggunaan alcohol dan kekerasan fisik
yang terjadi dalam keluarga. Pada saat yang bersamaan, penyebab biologis,
seperti faktor keturunan, ketidakseimbangan zat-zat kimia dalam tubuh,
kerusakan jaringan otak, dan penyakit yang diserita juga berperan dalam masalah
perkembangan sosial dan emosi (Cicchetti & Toth dalam Rini Hildayani).
Menurut Undang-Undang bagi
Pendidikan Individu Penyandang cacat (IDEA) bahwa gangguan sosial emosi yaitu
ketidak mampuan atau mengatur hubungan interpersonal yang memuaskan dengan
teman sebaya dan guru.
Rolf, edelbrock dan
Strauss menemukan bahwa anak-anak dengan masalah perkembangan sosial emosi
cenderung memiliki hambatan yang besar dalam pertemanan, penyesuaian sosial,
tingkah laku dan dan akademis apabila dibandingkan dengan kelompok anak yang
normal. Anak-anak dengan gangguan ini dianggap beresiko terhadap sifat tersisih
secara sosial, terisolasi penarikan diri, pemalu dan kesepian.
Dari penjelasan mengenai
gangguan, perkembangan sosial emosi secara umum maka disintesiskan gangguan
perkembangan sosial emosi anak usia dini yaitu ketidaknormalan yang menghambat
perkembangan anak usia dini kaitannya dalam mengelola emosi, kepribadian, dan
hubungan interpersonal anak dengan orang lain.
Emosi merupakan sesuatu
yang muncul setiap hari, bahkan setiap saat dalam kehidupan kita. Emosi
merupakan suatu pola yang kompleks dari perubahan yang terdiri dari reaksi
fisiologis, perasaan-perasaan yang subyektif, proses kognitif, dan reaksi
perilaku, yang semuanya itu merupakan respon atas situasi yang kita terima
(Duffy dalam Hildayani Rini, 2011), Kita mengenal beberapa emosi dasar, yaitu
kegembiraan, kesedihan, ketakutan, kemarahan. Selain itu kita juga mengenal
adanya emosi positif, seperti kegembiraan, dan emosi negatif, seperti kemarahan
dan kesedihan. Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi
yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional ialah keterangsangan umum
terhadap stimulasi yang kuat.
1.
Pola emosi Positif.
Pola emosi positif adalah
yang berasal dari suatu kondisi yang menguntungkan Frederickson, Mayne dan
Bonnano mencatat bahwa banyak emosi positif dengan mudah diidentifikasi dalam
kecenderungan aksi. Emosi positif secara sederhana diidentifikasi sebagai
sesuatu yang baik atau diiginkan. Emosi positif terdiri dari perhatian atau
minat, surprise atau kekaguman, dan kegembiraan.
2.
Pola emosi Negatif.
Sedangkan pola emosi
negatif menurut (Lazarus dalam Hildayani Rini 2011) berasal dari hubungan yang
mengancam atau kondisi yang menyakitkan. Reaksi emosi negative terdiri dari
marah, kecemasan, rasa malu, kesedihan, cemburu, merasa takut, dan cemburu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melalui metode perkembangan sosial dan emosi anak usia dini
penulis mampu menarik kesimpulan bahwa perkembangan sosial dan emosi berperan
penting dalam kehidupan anak, selain itu juga berpengaruh pada dimensi 2 aspek
perkembangan yang lainnya.
Agar pengaruhnya dapat dikenali dan ditanggapi secara positif,
maka kita perlu meningkatkan pelayanan dan selalu peka terhadap perkembangan
sosial dan emosi anak didik kita, baik secara pribadi maupun menyeluruh.
Kecerdasan
emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri
sendiri dan orang lain dan menggapainya dengan tepat, menerapkan dengan efektif
energi emosi dalam kegiatan pembelajaran, kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
Unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari: kecakapan pribadi (mengelola
diri sendiri), kecakapan sosial (menangani suatu hubungan), dan keterampilan
sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).
Adapun
faktor penyebab gangguan perkembangan sosial emosional anak usia dini antara
lain: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, kondisi
fisik, masalah perkembangan. Gangguan-gangguan yang terjadi perkembangan sosial
dan emosional ini perlu mendapat penanganan yang cukup serius. Karena,
kesuksesan seseorang ternyata 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan
kemampuan interaksi sosialnya.
B. Saran
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyampaikani
beberapa saran antara lain:
1.
Diharapkan orang tua dan guru-guru pendidikan
anak usia dini dapat memahami perkembangan sosial dan emosi anak sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
2.
Diperlukan antusiasme orang tua dan guru
dalam menangani sikap individu tentang perubahan dan perkembangan sosial dan
emosi anak.
3.
Perkembangan
sosial dan emosional merupakan faktor yang sangat penting dan perlu
diperhatikan. Selama ini masih banyak orang tua yang mengesampingkan
perkembangan emosi anak usia dini, yang tanpa disadari ketika hambatan
perkembangan emosi terhambat maka perkembangan sosial dapat berpengaruh.
DAFTAR
PUSTAKA
Blog.elearning.unesa.ac.id/pdf-archive/jurnal-perkembangan-anak-usia-dini.pdf.
Diakses
pada tanggal 2 Februari 2014.
Bloom.
(1974). Hakikat Pembelajaran: -
Goleman, D.
(1995). Emotional Intellegence. Jakarta: Gramedia.
Hildayani,
Rini. (2011). Psikologi Perkembangan Anak.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Hildayani,
Rini. (2013). Penanganan Anak Bekelainan
(Anak Dengan Kebutuhan Khusus), Jakarta: Universitas Terbuka.
Hurlock,
Elizabeth B.(2001). Perkembangan Anak
Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E.B. (1978). Chiled Development. 6th Ed.
Tokyo: Mc. Graw Hill. Inc., International Studend Ed.
Http://Dadanggani.Blogspot.Com/2012/03/Perkembangan-Sosial-Anak-Usia-Dini.Html. Diakses pada tanggal 3 Februari 2014.
Muhibin, S.
(1999). Psikologi Belajar. Ciputat:
Logos.
Syamsuddin, A. (1990). Psikologi Pendidikan (Edisi
Revisi). Bandung: Remaja Rosyada Karya.
0 komentar:
Post a Comment