PENERAPAN PENGAJUAN MASALAH (PROBLEM POSING) DALAM PEMBELAJARAN
OPERASI HITUNG CAMPURAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA
SISWA KELAS IV SDN DAYA 1 MAKASSAR
Muhammad Amirullah
Pendidikan Dasar, Pascasarjana, Universitas Negeri
Surabaya
guruamirsdndaya1@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita melalui pengajuan masalah (problem posing). Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan selama dua siklus. Tiap siklus
pembelajaran terdiri atas (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan
(4) refleksi. Perangkat yang digunakan meliputi silabus, rencana pelaksanaan
pembalajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS), dan Tes Hasil Belajar (THB).
Instrumen yang digunakan adalah lembar pengamatan aktivitas guru, lembar
pengamatan aktivitas siswa serta lembar angket tanggapan siswa terhadap
pembelajaran yang diikutinya. Dari hasil analisis diperoleh: (1) peningkatan
hasil belajar siswa pada siklus I diperoleh rata-rata 57,8 dengan persentase
45% dan pada siklus II diperoleh rata-rata 77,6 dengan persentase 80%. (2)
keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran pada siklus I mencapai kategori
sering dengan persentase 60% dan pada siklus II mencapai kategori selalu dengan
persentase 93%. (3) tanggapan siswa cenderung berminat dengan kategori
persentase setuju 76,92%. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan
bahwa penerapan pembelajaran operasi hitung campuran dengan pengajuan masalah
dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa kelas IV SDN Daya
1 Makassar.
Kata Kunci : Pengajuan Masalah, Soal Cerita
ABSTRACT
The study aimed at improving students’ ability in
solving story questions through problem posing. The action research consisting
of two cycles were employed. Each cycle comprised on (1) planning, (2) acting,
(3) observing, and (4) reflecting. The media used to do the research were
syllabus, lesson plan, students’ work sheets, and achievement test. In addition
to, the instruments applied on this study were observation sheet for teacher
activities, observation sheet for student activities, and questionnaire to gain
students’ response towards the learning process. According to the data analysis, it showed
that: (1) there was a significant improvement in learning result on cycle 1 as
57,8 in average with a percentage of 45% and on the cycle 2, it was obtained
77,6 in average with the percentage of 80%. (2) the students’ participation in
cycle 1 was categorized “often” with the percentage of 60 and on cycle 2, the
students were actively participated on the learning as 93%, (3) the students’
response tended to be interested on the learning with the percentage of option
“agree” as 76,92% . According to data analysis, it can be concluded that by
implementing the problem posing on learning mix arithmetic operation can
improve the students’ ability in solving the story questions for 4th
students of SDN Daya 1 Makassar.
Keywords: Problem Posing, Solving-Word Questions
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari proses perkembangan teknologi modern masa kini, matematikapun
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir
manusia. Matematika bukanlah ilmu yang hanya diperuntukkan untuk dirinya
sendiri, melainkan ilmu yang bermanfaat untuk sebagian besar pada disiplin ilmu
lainnya (Hudojo, 1988:74). Oleh karena itu, dalam proses pembelajarannya
haruslah didukung oleh guru yang kreatif, bahan belajar yang terencana serta
lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran.
Pembelajaran matematika yang dipandang
mampu menopang keberhasilan siswapun belum mampu menjadi jalan keluar bagi
siswa terlebih selama proses pembelajaran. Banyak masalah yang terjadi justru
tidak membuat matematika mejadi pelajaran yang digemari melainkan menjadi
sebuah momok yang menakutkan dan ingin dihindri oleh siswa. Diantara sekian
banyak masalah yang terjadi, salah satu yang menjadi penyebabnya adalah guru
jarang menjadikan pelajaran matematika menjadi pelajaran yang menyenangkan.
Rumus, penghafalan, menjadi susah bagi siswa dan selalu dihindari. Agar
matematika menjadi pelajaran yang digemari maka perlu diperhatikan tingkat
berpikir siswa agar menjadi pelajaran yang digemari.
Dalam pembelajaran matematika terdapat
banyak sekali jenis soal, salah satunya adalah soal cerita. Soal cerita
matematika adalah jenis soal yang memerlukan pemahaman dan penalaran logis
serta membutuhkan pemahaman antar konsep untuk menyelesaikannya, karena itu
menyelesaikan soal cerita matematika bukanlah hal yang mudah. Dalam
menyelesaikan soal cerita memiliki kemampuan menghitung saja tidak cukup, siswa
harus mampu menganalisis dan mengubah soal cerita ke bahasa matematika.
Pemahaman siswa yang kurang mengenai
hubungan antar konsep terlihat ketika siswa menghadapi soal cerita. Berdasarkan
pengalaman peneliti banyak siswa jika mendapatkan soal cerita biasanya siswa
langsung melakukan perhitungan matematis dan menuliskan jawabannya. Kemampuan
siswa dalam menjelaskan cara penyelesaian soal cerita rendah.
Kesulitan dalam menyelesaikan soal
ceritapun dialami oleh siswa-siswa dari beberapa peneliti. Adnadi (2014:1)
menyatakan bahwa Kemampuan siswa kelas III SDN Krampilan dalam menyelesaikan
soal cerita tentang perkalian rendah. Hal ini terlihat pada skor hasil tes
kemampuan siswa yang dilakukan pada tanggal 23 Mei 2013 akhir semester II tahun
pelajaran 2012/2013. Dari 21 siswa, sebanyak delapan belas siswa (81%)
memeroleh skor di atas atau sama dengan 7 (skor maksimal 10) pada berbentuk
isian, tetapi hanya tujuh siswa (33%) memeroleh skor yang sama pada soal
berbentuk cerita. Begitupun dalam Siswono (2005:1) menyatakan bahwa kemampuan
siswa SMPN 6 Sidoarjo dalam menyelesaikan soal cerita masih rendah. Hal ini
terlihat pada sebuah soal cerita pada ulangan umum semester ganjil tahun
2004-2005. Hasil yang didapatkan hanya 38,5% siswa yang menjawab dengan benar
di kelas IC, sedang di kelas ID sebesar 53,8% yang menjawab dengan benar.
Kesulitan dalam mengerjakan soal cerita
pun dirasakan oleh siswa SD Negeri Daya 1 Makassar khususnya siswa pada kelas
IV. Berdasarkan hasil studi awal banyaknya siswa tidak mampu menyelesaikan soal
cerita karena siswa belum terlalu memahami apa maksud dalam soal cerita
tersebut. Guru yang mengajar matematika masih cenderung menggunakan metode
konvensional dan berorientasi pada hasil tanpa memerhatikan konsep apa dan
bagaimana kegunaannya pada kehidupan sosial anak. Guru mengajarkan siswa
bagaimana menggunakan rumus untuk menyelesaikan soal, kemudian siswa diminta
untuk mengerjakan soal. Model tersebut jelas tidak memberikan peluang kepada
siswa untuk mengembangkan pola pikir dan bernalar dalam menyelesaikan masalah.
Rendahnya hasil belajarpun mengindikasikan bahwa kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita sangat rendah. Dari hasil ulangan akhir semester I
tahun 2014/2015, hasil ujian yang didapatkan siswa kelas IV A hanya 40% siswa yang menjawab dengan benar
pada soal cerita, sedang di kelas IV B
sebesar 50% yang menjawab dengan benar pada soal cerita.
Untuk menjawab permasalah tersebut
dibutuhkan suatu desain pembelajaran yang mampu memproduksi faktor-faktor
pendukung terciptanya kondisi belajar yang efektif dalam menyelesaikan masalah.
Salah satunya ialah pembelajaran pengajuan masalah (problem posing) dianggap sesuai diterapkan untuk meningkatkan
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika pada materi operasi hitung
campuran.
Problem
posing dalam Siswono (2008:40) menyatakan bahwa Perumusan
soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan
agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi dalam pemecahan
soal-soal yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan masalah
merupakan salah satu langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal. Perumusan
soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan
dalam rangka pencarian alternatif pemecahan atau alternatif soal yang relevan.
Berdasarkan pemaparan tersebut, diyakini
bahwa penerapan pembelajaran pengajuan masalah (problem posing) mampu meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal
cerita pada materi operasi hitung campuran pada kelas IV SDN Daya 1 Makassar
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini untuk mendeskripsikan kegiatan guru dan siswa dalam pelaksanaan tindakan
pembelajaran adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang bersifat deskripitif
kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Daya 1 Makasaar pada kelas IV
semester 2. Jumlah siswa sebanyak 20 orang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan
10 siswa perempuan Memilih siswa Kelas IV sebagai objek penelitian karena (1)
adanya variasi siswa, dilihat dari status sosial, pendidikan, dan pekerjaan
orang tua, (2) tingkat perkembangan kognitif siswa kelas IV yang sudah dapat
bekerja secara berkelompok, (3) masih ditemukan siswa yang kurang mampu mengerjakan
soal cerita.
Pendekatan ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan
Kelas (Action Research), yaitu rancangan penelitian berdaur ulang (siklus) hal
ini mengacu pada pendapat Riyanto (2007:141) bahwa penelitian tindakan kelas
mengikuti proses siklus atau daur ulang mulai dari perencanaan, tindakan,
observasi dan refleksi (perenungan, pemilihan, dan evaluasi) tahapan tindakan
digambarkan dalam bagan berikut ini.
Studi awal
|
Plan
|
Act / Obsv
|
Refleksi
|
revisi
|
Plan
|
Act / Obsv
|
Refleksi
|
revisi
|
Dst
|
Siklus 1
|
Siklus 2
|
Dalam proses pengumpulan data tersebut akan
menggunakan satu atau beberapa teknik (Riyanto, 2001:82). Untuk pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa teknik yaitu tes,
pengamatan, dan angket. Prroses analisis data dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Data
kualitatif dapat dianalisis menggunakan model Matthew B Milles dan A Michael
Huberman (dalam Riyanto, 2007:31—34) dengan model alur dapat digunakan untuk
menganalisis data kualitatif yang meliputi langkah-langkah: 1) reduksi data, 2)
display data, dan 3) verifikasi data dan mengambil kesimpulan. Secara kuantitatif
dilakukan dengan menganilisis hasil tes siswa baik rata-rata maupun standar
deviasinya, berikut dengan lembar aktivitas siswa dan guru, serta tanggapan
siswa.
Untuk mengukur keberhasilan penelitian
menggunakan indikator keberhasilan. Jika fokus penelitian sudah sama atau
melebihi indikator maka fokus tersebut dinyatakan sudah tercapai. Indikator
keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah Kemampuan menyelesaikan sol
cerita secara individual dikategorikan tuntas jika nilai hasil belajar siswa
lebih besar atau sama dengan nilai KKM 70, Kemampuan menyelesaikan sol
cerita secara klasikal dikategorikan
tuntas jika 80% dari jumlah siswa telah mendapatkan nilai sama atau lebih besar
dari nilai KKM yaitu 70, Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika operasi
hitung campuran dikatakan meningkat jika hasil belajar siswa lebih tinggi dari
siklus sebelumnya, Keaktifan siswa selama proses pembelajaran telah memenuhi
kategori selalu lembar pengamatan siswa, Tanggapan siswa yang setuju telah
mencapai 75%.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
a. Siklus I
Gambar 1 pengajuan masalah siswa kelompok tak
Siswa mengajukan masalah tidak tepat dengan situasi yang
diberikan. Seharusnya siswa bertanya berapa lama katak keluar dari sumur?.
Berdasarkan gambar di atas kesalahan siswa dalam mengajukan soal adalah :
1)
Soal yang diajukan tidak sesuai dengan
situasi, walaupun soal yang dibuat terbilang mudah tapi tidak dapat diselesaikan
dengan jawaban yang benar.
2)
Soalnya benar, tapi penyelesaiannya
salah.
3)
Tidak terdapat gambar atau model kalimat
matematika.
4)
Tidak menuliskan diketahui dan
ditanyakan dalam menyelesaikan soal cerita.
Begitupun dengan kelompok tik. Terdapat kesalahan yang hampir
sama dengan kelompok tak. Kesalahan kelompok tik dalam mengajukan masalah
adalah:
1)
Soal yang diajukan masih menggunakan
pemborosan kalimat, dan soal pada nomor 2 tidak sesuai dengan situasi
2)
Soal yang diajukan relatif lebih mudah.
3)
Tidak membuat kalimat matematika, tidak
menuliskan diketahui dan ditanyakan.
4)
Jawabannya tidak sesuai dengan
langkah-langkah menyelesaikan soal cerita. Kelompok tik langsung menuliskan
jawaban saja.
Hal yang serupa terjadi pada kelompok tuk, boom dan wow.
Hampir semua kelompok masih mengajukan masalah dengan bahasa yang tidak baku,
dan soal yang diajukan relatif lebih mudah. Dan untuk soal nomor 2 belum ada
kelompok yang mengajukan soal dengan benar sesuai dengan situasi.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diberi kesimpulan bahwa
kemampuan pengajuan masalah siswa masih rendah. Hal ini sangat terlihat jelas
dalam kalimat soal yang mereka ajukan. Namun patut diapresiasi karena soal yang
mereka ajukan telah mengindikasikan bahwa mereka memahami situasi yang mereka
dapatkan walaupun masih menggunakan bahasa anak sd yaitu masih tidak sesuai
dengan pertanyaan yang baik dan benar. Kesalahan yang sama hampir terjadi
disemua kelompok yakni tidak menuliskan diketahui dan ditanyakan. Mereka
langsung menjawab apa yang mereka ajukan tanpa mengikuti langkah-langkah
penyelesaian soal cerita yang telah diberitahukan oleh guru.
b. Siklus II
Berdasarkan data yang ditemukan, hampir setiap pasangan
kelompok telah memampu mengajukan soal dengan benar walaupun bahasa atau
struktur kalimat yang digunakan masih kurang baik. Setiap kelompokpun telah
mampu mengajukan 6 soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda, dan adapun
kemajuan lainnya adalah siswa telah mampu membuat kalimat matematika dan
menyelesaikan soal sesuai dengan langkah penyelesaian soal cerita Contoh
pengajuan masalah pada 3 perwakilan kelompok: yaitu matahari, venus, dan
saturnus.
Gambar 2 pengajuan masalah kelompok matahari
Siswa pada kelompok matahari tidak lengkap dalam mengajukan
soal kelompok ini mewakili nilai terendah pada pengajuan masalah di siklus 2
yaitu 60. Sesuai petunjuk siswa harus membuat dua soal pada setiap situasi dan
kelompok matahari hanya membuat 5 soal. Berdasarkan gambar di atas kesalahan
siswa dalam mengajukan soal adalah :
1)
Kurang lengkapnya soal yang diajukan
pada situasi 3.
2)
Soal pada situasi 3 masih kurang tepat
sehingga agak sulit untuk dijawab
Siswa pada kelompok saturnus mewakili nilai tengah dalam
pengajuan masalah yaitu 83. Adapu kesalahan kelompok saturnus dalam mengajukan
masalah adalah soal yang diajukan pada situasi 3 masih bermakna ganda. Dan
kelompok yang mewakili nilai tertinggi adalah kelompok venus dengan nilai 90.
Kemampuan mengajukan soal sudah baik dengan kalimat yang sederhana dan mudah
dipahami, dan langkah penyelesaiannya sudah sesuai dengan langkah-langkah
penyelesaian soal cerita.
Hal yang serupa terjadi pada kelompok lainnya. Hampir semua
kelompok masih mengajukan masalah dengan bahasa yang tidak baku, dan soal yang
diajukan relatif lebih mudah.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diberi kesimpulan bahwa kemampuan
pengajuan masalah siswa telah mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Hal
ini sangat terlihat jelas dalam kalimat soal yang mereka ajukan, sudah banyak
pengajuan soal yang menggunakan pemborosan kata. Hampir setiap pertanyaan yang
diajukan pendek dan jelas. Namun selain itu siswa harus patut diapresiasi
karena soal yang mereka ajukan telah mengindikasikan bahwa mereka memahami
situasi yang mereka ajukan. Hal ini sangat membantu siswa dalam proses
melaksanakan THB nantinya karena soal yang akan diberikan berupa soal cerita.
Walaupun terjadi kesalahan hampir sama pada setiap kelompoknya yaitu kurang
teratur dalam menjawab tapi tidak menjadi masalah karena indikator pengajuan
masalah telah terpenuhi.
B. Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan
Soal Cerita Dari Hasil Tes Belajar
Hasil belajar siswa yang didapatkan pada
tes hasil belajar selama siklus I dan II menunjukkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita yang diukur dari segi nilai. Semakin baik nilai yang
didapatkan siswa pada setiap siklus semakin baik pula kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita pada materi operasi hitung campuran. Adapun tabel
peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I dan II dapat dilihat pada tabel 1
berikut.
Tabel 1
Aspek
|
Siklus I
|
Siklus
II
|
Jumlah
|
1156
|
1552
|
Rata-rata
|
57,8
|
77,6
|
Standar
Deviasi
|
18,23
|
|
Persentase
(%)
|
45
|
80
|
Berdasarkan tes hasil belajar pada tabel
di atas menunjukkan bahwa terjadi kemajuan signifikan pada beberapa siswa di
siklus II. Pada tabel tersebut terlihat bahwa kemampuan siswa menyelesaikan
soal cerita di siklus I hanya terdapat 9 siswa yang mendapatkan nilai KKM dan
pada siklus II meningkat menjadi 16 orang. Ketuntasan klasikal pada siklus I
hanya 45% dan pada siklus II meningkat menjadi 80%. Sebagaimana yang tertera
pada indikator keberhasilan jika sebanyak 80% siswa mendapatkan nilai KKM 70
maka penelitian dinyakatan berhasil dan tidak dilanjutkan lagi ke siklus
selanjutnya. Jadi, kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita meningkat
selama diberikan pendekatan pengajuan masalah baik pada siklus I dan II. Adapun
grafik peningkatan hasil belajar pada siklus I dan II dilihat dari ketuntasan
siswa mendapat nilai diatas atau sama dengan KKM 70 dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar 3 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siklus I dan
II
C. Keaktifan Siswa
Hasil analisis keaktifan siswa
menujukkan bahwa siswa pada siklus I cenderung berada pada kategori jarang dan
sering. Sedangkan pada siklus II keaktifan siswa naik dan berada pada kategori
selalu. Hal ini terlihat pada tabel 5.4 di bawah. Pada tabel terlihat bahwa
pada butir indikator pertama siswa terlihat sangat termotivasi untuk
meningkatkan kemampuan mengajukan masalah mereka. Begitupun pada butir
indikator nomor 2 dimana siswa terlihat sanga antusias dan gembira selama
proses pembelajraan pada siklus I dan II. Rata-rata keaktifan siswa pada siklus
I yaitu 60% artinya berada pada kategori sering, sedangkan rata-rata keaktifan
siswa pada siklus II yaitu naik menjadi 93% yang berada pada kategori selalu.
Keaktifan siswa yang diharapkan hanya berada pada kategori sering 75%. Hal ini
berarti tindakan pendekatan pengajuan masalah dapat meningkatkan keaktifan
siswa selama proses pembelajaran.
Tabel 2
Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus I dan II
Aspek yang
diamati
|
Penilain tiap
Siklus
|
|
I
|
II
|
|
1.
|
29
|
40
|
2.
|
33
|
40
|
3.
|
27
|
34
|
4.
|
19
|
32
|
5.
|
19
|
34
|
6.
|
14
|
40
|
7.
|
26
|
40
|
Jumlah
|
167
|
260
|
Persentase (%)
|
60
|
93
|
Kesimpulan
|
Sering
|
Selalu
|
D. Tanggapan Siswa
Hasil analisis tanggapan siswa menunjukkan
bahwa siswa cenderung berminat terhadap pembelajaran dengan pendekatan
pengajuan masalah. Sehinga dari segi minat siswa, pembelajaran dengan
pendekatan pengajuan masalah dinyatakan berhasil untuk meningkatkan minat siswa
selama proses belajar mengajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pendapat beberapa
ahli seperti English (1997), Nasoetion (1991), dan Silver & Cai (1996) yang
berkaitan dengan minat siswa dalam pembelajaran pengajuan masalah sejalan
dengan hasil penelitian. Dengan demikian paling tidak terbukti bahwa dengan
pemberian tugas pengajuan masalah dalam pembelajaran materi soal cerita operasi
hitung campuran, siswa akan :
1.
Mengajukan masalah yang diajukan lebih
menyenangkan.
2.
Mudah mengingat materi pelajaran.
Sebagaimana pendapat English (1997:173) bahwa tugas mengajukan masalah
mempertinggi kemampuan pemecahan masalah siswa, sebab pengajuan masalah memberi
penguatan-penguatan dan memperkaya konsep-konsep dasar.
3.
Mengharuskan memahami situasi.
4.
Menyelesaikan pekerjaan sesuati dengan
langkah-langkah. Siswa yang mengajukan soal mengharuskan siswa mampu untuk
memecahkan jawabannya sesuai dengan langkah-langkah yang telah diajarkan.
5.
Membantu siswa menghubungkan situasi
dengan keadaan sehari-hari siswa.
6.
Mudah memahami materi yang dijelaskan
oleh guru. Ini sejalan dengan pendapat Nasoetion (1991;28), dan Engglish
(1997:173) seperti pada butir nomor 5 dan 7.
7.
Membuat soal menndrong siswa untuk
mempelajari materi sebelumnya
8.
Tertuntut untuk mengulang pelajaran di
rumah. Ini sejalan dengan pendapat English (1997:173) yang mengatakan bahwa
tugas pengajuan masalah mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajaranya.
9.
Terdorong untuk lebih banyak membaca
materi pelajaran. Ini sejalan dengan pendapat English (1997:173) yang
mengatakan bahwa tugasa pengajuan masalah mendorong siswa untuk bertanggung
jawabdalam belajarnya. Hal ini terlihat pada angket siswa bahwa siswa sebanyak
20 orang setuju pada butir ini
Simpulan
Berdasarkan
uraian pada bab sebelumnya, maka simpulan pada hasil penelitian ini adalah :
1.
Penerapan pembelajaran pendekatan
pengajuan masalah dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita materi
operasi hitung campuran siswa kelas IV SDN Daya Makassar yang terlihat semakin
meningkatnya hasil belajar siswa pada siklus II di banding dengan siklus I.
Rata-rata THB pada siklus I 57,8 dengan ketuntasan klasikal 45% (9 siswa) dan
rata-rata THB pada siklus II 77,6 dengan ketuntasan klasikal 80% (16 siswa).
2.
Keaktifan siswa selama penerapan
pembelajaran pengajuan masalah mengalami kenaikan dari siklus I ke siklus II.
Jumlah indikator keaktifan siswa pada pertemuan I dan II (siklus I) yaitu 167
dengan kategori keaktifan siswa 60% atau berada pada kategori sering, dan
jumlah indikator keaktifan siswa pada pertemuan III dan IV (siklus II) yaitu
260 dengan kategori keaktifan siswa 93% atau berada pada kategori selalu.
3.
Siswa memberi tanggapan yang baik selama
penerapan pengajuan masalah untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal
cerita operasi hitung campuran mereka. Siswa yang memberi tanggapan setuju pada
angket mencapai presentase 76,92% dan siswa yang memberi tanggapan tidak setuju
pada angket mencapai presentase 23,07%. Artinya siswa cenderung berminat pada
pembelajaran pengajuan masalah dengan banyaknya jumlah setuju dibanding tidak
setuju.
Saran
Berdasarkan
hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1.
Kepada peneliti lain yang akan
menindaklanjuti penelitian ini disarankan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan
dalam penlitian ini dan bisa digunakan pada materi lainnya.
2.
Kepada para guru yang berada di sekolah
SDN Daya 1 atau di sekolah lainnya dapat menerapkan pendekatan pengajuan
masalah dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita.
DAFTAR PUSTAKA
Adnadi.
(2014). Penerapan model pembelajaran
berdasarkan masalah untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikn soal cerita
tentang perkalian pada siswa kelas III SDN Krampilan Kabupaten Probolinggo.
(Tesis pendidikan dasar tidak dipublikasian). Universitas Negeri Surabaya
Arikunto,
Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian :
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
As'ari,
A. (2000). Pengajuan Soal Dalam
Pembelajaran Matematika. Dalam. Pelangi Pendidikan Vol. 2 No 2. Jakarta:
PPM SLIP Jakarta.
Bitman
& Clara. (2008). Pemecahan Masalah
Matematika. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
English,
L. D. (1997). Promoting a Problem Posing
Classroom. Teaching Children Mathematics, November 1997, h.172-179.
Fathani.
(2009). Matematika Hakikat dan Logika. Jakarta
: Ar-Ruaa Media.
Karso.
(2012). Pendidikan Matematika I. Tangerang
: Universitas Terbuka.
Polya,
G. (1973). How to Solve it. New
Jersey : Princeton University Press.
Riyanto,
Y. (2001). Metodologi Penelitian
Pendidikan. Surabaya : SIC
Riyanto,
Y. (2007). Metodologi Penelitin
Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif. Surabaya : Unesa University Press.
Ruseffendi,
E.T. (1988). Pengantar Kepada Membantu
Guru Mengembangkan Kompetensi-Nya Dalam Pengajaran Matematika Untuk
Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Schoenfeld,
A. H. (1985). Mathematical Problem
Solving. USA : Academic Press Inc.
Slameto.
(2003). Belajar dan Fakto-faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin,
R. E. 2000. Educational Psychology :
Theory and Practice (Sixth Edition). USA : Allyn & Bacon, A Pearson
Education Company.
Silver,
E & Cai, J. (1996). An Anaysis of
Aritmatic Problem Posing by Middle School Students. Joural for Research in
Mathematics Eduction, V.27. N.5, November 1996, H.521-539.
Siswono,
T.Y.E. (2005). Upaya Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah. Jurnal
Pendidikan Matematika dan Sains. Tahun X No. 1, Hal. 1-9.
Siswono,
T.Y.E. (2008). Mengajar dan Meneliti
Panduan Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru dan Calon Guru. Surabaya : Unesa University Press.
Stoyanova, E. Problem Posing Strategies used by years8 and 9
Students. Artikel, (http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ743563.pdf) diakses
29 Januari 2016.
Upu, H.
(2003). Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika.
Bandung: Pustaka Ramadhan.
Walle,
J. (2006). Matematika Sekolah Dasar dan
Menengah. Pengembangan Pengajaran. Jilid 2, edisi ke enam. Jakarta :
Erlangga.
0 komentar:
Post a Comment